Bacaan I: 1Yoh. 2: 12-17
Injil: Luk. 2: 36-40
SUATU sore ketika saya hendak pergi, Mbah Mo, begitu saya memanggilnya; mengingatkan saya untuk tidak pergi, karena sebentar lagi akan hujan angin yang besar.
Saya menjawab hanya pergi sebentar saja. Sebenarnya saya tidak percaya akan apa yang dikatakan Mbah Mo tersebut, mengingat hari itu sedang panas terik dan bukan pula musim penghujan.
Namun apa yang dikatakan beliau sungguh-sungguh terjadi. Belum lama saya pergi tiba turun hujan deras dengan angin mengerikan.
Kali lain, beliau mengatakan:
“Kok aku mambu gandane mbahmu cilik ya. Ayo donga ben simbah tindak kanthi tentrem.” (Aku mencium aroma tubuh Mbah Lik. Mari kita berdoa supaya simbah pergi dengan damai)
Tidak berapa lama kami mendengar berita bahwa Mbah Lik telah dipanggil Tuhan.
Mbah Mo dikenal sebagai orang yang punya kepekaan-kepekaan seperti itu. Maka tetangga-tetangga menyebut sebagai orang yang winasis (orang yang pandai dan tajam dalam rasa).
Suatu kesempatan saya penah bertanya kepada beliau tentang kemampuannya itu. Beliau menjawab semua itu adalah anugerah yang di atas dan ada kemauan untuk selalu mengolah pikir dan rasa.
Dan memang Mbah Mo orang yang menggunakan banyak waktunya untuk bersemedi.
Beliau punya kamar khusus untuk bersemedi.
Ketajaman budi dan rasa bukan datang begitu saja, tetapi sesuatu yang selalu dilatih dan dilatih sebagaimana Mbah Mo melatih dirinya.
Demikian juga ketajaman budi dan rasa yang dimiliki Hana, hal itu membuat dia mengenali Yesus yang dipersembahkan ke bait Allah.
“Ia tidak pernah meninggalkan bait Allah, dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah kepekaan dalam diriku untuk mengenali Tuhan yang hadir dan menyapaku dalam kehidupanku sehari-hari?