Pesta St. Andreas Rasul
Bacaan I: Rom. 10: 9-18
Injil: Mat. 4: 18-22
SUATU sore, saya berkunjung ke sebuah keluarga, setelah sebelumnya membuat janji. Ketika sampai di rumah keluarga itu, ternyata suami pergi, karena ada urusan mendadak.
Isteri dan dua orang anaknya menerima saya. Isteri mengatakan, kalau suaminya berpesan agar pastor berkenan menunggu sebentar karena suami pasti segera pulang.
Tidak berapa lama terdengar suara mobil sedang parkir di depan rumah. Ibu langsung berkata: “Nah yang ditunggu sudah datang.”
Tetapi anaknya yang perempuan, anak yang paling besar menyahut: “Itu bukan papa, Ma.”
“Itu suara mobil papa, sayang,” ibu meyakinkan.
“Bener Ma suara mobilnya mirip suara mobil papa, tetapi cara mematikan mobilnya bukan gaya papa,” anaknya tidak mau kalah.
“Alah sok tahu kamu,” sahut ibu sambil keluar untuk membuka pintu.
Tidak berapa lama ibu masuk sambil tersenyum, karena yang parkir bukan suaminya.
Beberapa saat kemudian anak perempuan itu teriak: “Ma, itu papa datang.”
“Masak sih? Kok mama tidak dengar apa-apa?” ibu itu menimpali anaknya. “Itu suara langkahnya papa kedengeran,” anak itu menjawab.
Dan benar kemudian yang masuk ke rumah adalah suaminya.
“Wah hebat kamu bisa tahu,” kata saya kepada anak perempuan itu.
“Saya sudah hafal, pastor,” jawab anak itu.
Kiranya anak perempuan itu sering mendengarkan suara mobil papanya, cara papanya mematikan mobil dan langkah papanya sehingga ia menjadi hafal.
Menurut saya, bukan sekedar hafal tetapi punya kepekaan tersendiri dengan apa yang didengarnya.
Pengalaman anak perempuan itu menuntun saya untuk merenungkan tentang kepekaan saya akan suara Tuhan.
Aku bertanya dalam diri sendiri:
“Apakah aku mengenal suara Tuhan atau suara roh baik yang menuntunku? Apakah aku bisa membedakan suara Tuhan dan cara Tuhan memanggilku, ketika ada banyak suara yang mirip?
Kalau aku selama ini kesulitan untuk mendengarkan suara Tuhan dan mengenali suara Tuhan serta cara Tuhan memanggil aku berarti aku tidak pernah atau sekurang-kurang jarang mendengarkan Tuhan.
Selama ini aku hanya sekedar mendengar, tetapi tidak mendengarkan. Artinya tidak ada perhatian, memberikan diri dan hati.
Sabda Tuhan sejauh diwartakan St. Paulus kepada jemaat di Roma hari ini mengingatkan aku akan pentingnya mendengarkan: “Jadi, iman timbul dari pendengaran dan pendengaran dari firman Kristus.”
Dalam Sabda Tuhan sejauh diwartakan St. Matius memberikan contoh empat murid pertama yang mau meninggalkan segalanya dan mengikuti Tuhan setelah mendengarkan panggilan-Nya.
Bagaimana dengan aku?
Adakah kemauan dan kemampuan dalam diriku untuk mendengarkan?