Renungan Harian 5 September 2020: Makan Jam

0
539 views
Ilustrasi - Makan bersama (ist)


Bacaan I: 1Kor. 4: 6b-15
Injil: Luk. 6: 1-5
 
KOMUNITAS kami ada aturan-aturan berkaitan dengan acara komunitas. Aturan-aturan itu antara lain: perayaan ekaristi setiap pagi dari hari Senin sampai Jumat jam 06.00 WIB, sedang hari Sabtu dan Minggu diatur oleh masing-masih anggota komunitas;

Makan siang diadakan jam 12.30 WIB. Aturan-aturan itu buah dari kesepakatan seluruh anggota komunitas. 

Pada hari itu, kami seluruh anggota komunitas kerja bakti membersihkan rumah dan menguras kolam. Hari itu kami bekerja keras, dan cukup melelahkan. Sekitar jam 11.30 seluruh pekerjaan kami sudah selesai, kami bebersih.

Sekitar jam 12.00 salah seorang teman kami mengajak makan: “Makan yuk, aku sudah lapar.”

Ajakan itu disambut baik oleh sebagian besar dari kami. Akan tetapi pimpinan komunitas menegur: “Jam berapa sekarang? Kan belum waktunya makan.”

Teman kami yang mengajak makan menjawab: “Saya gak makan jam, saya lapar mau makan nasi.”

Kami semua tertawa dan menuju meja makan, kecuali pimpinan komunitas.
 
Pada saat pertemuan komunitas, pimpinan komunitas menegur kami tentang pentingnya disiplin, ketaatan pada kesepakatan dengan mengutip macam-macam dasar hukum.

Kami berdebat berkaitan tentang pentingnya kesepakatan dan untuk apa kesepakatan itu dibuat. Ada aturan waktu makan siang, dimaksudkan agar kami bisa makan bersama sebagai komunitas.

Akan tetapi aturan itu seharusnya selalu dilihat dasar kenapa aturan itu dibuat dan tujuannya untuk apa.
 
Seperti kejadian makan jam 12, memang betul melanggar aturan makan siang. Tetapi pada saat itu semua anggota komunitas sudah berkumpul, lelah dan lapar mengapa makan siang maju 30 menit dipersoalkan.

Sebagaimana biasa perdebatan dalam komunitas tidak pernah mencapai titik temu karena semua punya pemikiran yang hebat-hebat.
 
Orang-orang seperti pimpinan komunitas kami amat dibutuhkan untuk menjaga tegaknya aturan atau sebuah tradisi.

Namun demikian ketika upaya menegakkan aturan atau tradisi itu kehilangan roh aturan atau tradisi itu sendiri maka akan mengkerdilkan dirinya sendiri atau anggota kelompok dimana aturan atau tradisi itu berlaku.

Pada gilirannya akan membentuk robot-robot penjaga aturan atau tradisi dan robot-robot pelaksana aturan atau tradisi itu sendiri.
 
Kiranya hal itu yang menjadi kritik Yesus kepada orang-orang Farisi. Mereka adalah orang-orang yang berwenang untuk menjaga tegaknya hukum-hukum taurat dan tradisi-tradisi umat.

Namun mereka kehilangan roh dari Hukum Taurat dan tradisi umat. Roh dari hukum taurat dan tradisi itu adalah mencintai Tuhan dan sesama.

Artinya dengan semua hukum dan tradisi menghantar umat Israel semakin mencintai Tuhan dan sesamanya.
 
Bagaimana dengan aku? Bila aku melontarkan kritik atau menghakimi orang lain sudahkah aku memahami roh dari aturan-aturan yang ada?

Atau jangan-jangan aku mengkritik dan menghakimi orang lain sekedar agar aku dianggap hebat?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here