Renungan – Inkultarasi Selebrasi Iman

0
325 views
Ilustrasi - Sosok Yesus layaknya seorang raja Jawa yang tengah bertahta di singgasana seperti yang ada di Candi Ganjuran. (Ist)

Bacaan 1: Kis 17:15. 22 – 18:1
Injil: Yoh 16:12 – 15

KONSEKUENSI perintah Tuhan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah sampai ke ujung dunia menjadikan ajaran Yesus kini berkembang pesat hampir di seluruh dunia.

Dalam prosesnya tentu banyak benturan dengan budaya-budaya setempat. Maka Gereja melakukan suatu proses yang dinamakan “inkulturasi”.

“Inkulturasi selebrasi iman” adalah adaptasi iman Gereja dengan mengadosi aspek dan elemen-elemen budaya lokal di mana iman itu dirayakan dan diekspresikan.

Saat ke Gua Maria Cigugur di Kuningan, Kabupaten Cirebon di Jabar, saya sempat mengikuti misa yang dibawakan dalam Bahasa Sunda.

Masa kecil di Gereja Maria Assumpta Paroki Klaten, saya sering mengikuti misa dalam bahasa Jawa demikian seterusnya di tiap daerah punya keunikan tersendiri.

Bahkan di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Bantul ada keunikan tersendiri di mana akulturasi elemen-elemen budaya Jawa, Hindu-Budhisme, dan Eropa dapat kita jumpai di situ.

Gaya Jawa pada relief Yesus yang digambarkan sebagai raja Jawa yang sedang bertahta di singgasana. Pada bagian bawah relief ini terdapat tulisan “Sang Maha Prabu Jesus Kristus Pangeraning Para Bangsa.”

Iman kristiani dibawa oleh para misionaris Eropa di antaranya dari Belanda, Jerman, Perancis, dan Italia. Supaya tidak terasing dalam masyarakat Indonesia, Gereja harus mengakar pada masyarakat pendukungnya.

Rasul Paulus ketika di Athena mencoba melakukan inkulturasi saat berkotbah di hadapan para cendekiawan serta ahli filsafat Yunani di Sidang Aeropagus. Kotbahnya pasti sangat filosofis.

Paulus melihat bahwa sesungguhnya orang-orang Athena sungguh religius dan inilah yang dimanfaatkannya. Dia memperkenalkan budaya Timur lain tentang dewa baru bernama Yesus dan Anastasis (Kebangkitan).

Dia mewartakan tentang Allah yang tidak dikenal oleh mereka. Bahwa Dia adalah Sang Pencipta Alam Semesta.

Kotbah itu meski membawa beberapa orang bertobat dan dibaptis, dapat dikatakan gagal. Orang-orang golongan Epikuros (sejajar dengan Saduki) yang tidak percaya akan adanya kebangkitan langsung memotong pembicaraan Paulus, saat dia menjelaskan konsep kebangkitan badan.

Dalam setiap pelayanan, kita tidak mampu berbuat sendirian. Kita butuh pendampingan Roh Kudus seperti yang disabdakan-Nya.

“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran,” demikian sabda-Nya.

Ia akan memberitakan apa yang diterimanya dari Yesus.

Roh Kudus akan menginsafkan tidak saja orang yang belum diselamatkan namun juga orang percaya, mengajar, membetulkan kesalahan dan menuntun mereka kepada kebenaran.

Inilah yang membawa Dionisius, Damaris dan orang lainnya bertobat, percaya dan dibaptis.

Pesan hari ini

Katolik itu bersifat universal, inkulturasi dan Gereja tak dapat dipisahkan. Berkembang dan hidupnya Gereja tidak bisa dipisahkan dari peran Roh Kudus, yang menuntun pada Kebenaran.

“Kebenaran tidak perlu banyak kata-kata. Tetaplah pakai maskermu dan jaga jarakmu.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here