[media-credit name=”reflectionorg” align=”alignright” width=”259″][/media-credit]DALAM setiap permenungan, ada kecenderungan menarik yang dilakukan para biksu Tibet. Mereka kerapkali memfokuskan pikiran pada kematian.
Bagi kebanyakan orang tentu saja ini hal yang menakutkan. Tetapi kenapa para pendeta Budhis dari Tibet ini melakukan hal semacam ?
Kematian adalah topik yang sulit, entah untuk sekadar dibicarakan atau didebatkan. Kita tak tahu apa yang terjadi sesudahnya, karena kebanyakan tidak mengalami dahulu baru bercerita. Ya, karena itu akan jarang sekali dan bisa jadi tidak mungkin terjadi. Namun, berpikir tentang kematian sangat mungkin dilakukan.
Transformasi hidup
Mengerti soal kematian akan mentransformasi hidup kita, memengaruhi bagaimana cara menyikapi hidup. Secara instingtif, kita akan paham apa yang penting dan tidak buat hidup kita. Kita akan dengan senang hati meningkatkan kualitas hidup yang menumbuhsuburkan spiritualitas serta kedamaian dan kegembiraan bagi semua. Bahkan tak hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang tanpa batas waktu dan ruang, dunia keabadian.
Budhisme mengajarkan bahwa hidup harus selalu berkembang. Para pemeluknya yakin bahwa hidup tak hanya sekali. Hidup yang kita jalani berada dalam suatu siklus putar balik yang disebut reinkarnasi. Karena itu, bagi kita, kematian hanyalah bagian dari siklus itu. Ini merupakan transisi yang tidak bisa kita hindari supaya kita bisa bergabung dalam kehidupan yang akan datang.
Seorang pengajar dari Tibet yang juga ahli dalam agama Budha, Tulku Thondup Rinpoche mengatakan, selama dia hidup di biara di Tibet timur, dia selalu melakukan kontemplasi atas kematian dan berubahnya dunia ini, setiap pagi. Tujuannya adalah agar kita tetap berada di jalur yang benar dan selalu realistis dengan situasi yang kita hadapi, katanya.
Katanya lagi, tak ada hal yang lain yang bermanfaat untuk dipikirkan selain kematian karena ini menyangkut hal yang paling penting dalam hidup kita, yakni nilai-nilai spiritual. Tulku mengatakan, ketika kita mengerti tentang kematian dan betapa singkatnya hidup yang kita jalani, tak hanya secara intelektual, melainkan juga menyertakan hati, kita bakal menyadari betul apa yang harus dilakukan saat kita hidup kali ini. Otomatis kita akan menginginkan kedalaman hidup, kedalaman kualitas spiritual hidup kita.
Hal yang sama juga dilakukan Pastor Yesuit dari India, Anthony de Mello. Dalam beberapa kesempatan retret yang dibimbingnya, beliau selalu mengajak peserta untuk membayangkan saat kita mati. De Mello meminta kita untuk membayangkan bagaimana saat orang-orang di dekat kita, siapa saja bereaksi saat kita sudah hendak dikuburkan.
Semua itu ditujukan untuk satu kepentingan yakni agar kita selalu berpikir pada tujuan hidup kita. Karena itu, Pastor Anthony de Mello meminta kita juga membayangkan hal-hal apa saja yang bisa kita tinggalkan atau wariskan pada orang lain saat meninggal, bagaimana dan kenapa orang lain melayat ke pekuburan tempat jazad kita diistirahatkan.
[media-credit id=3 align=”alignleft” width=”1024″][/media-credit]
Sadar akan momen hidup
Kematian, kata Tulku yang juga dibenarkan oleh Pastor de Mello, membuat kita sadar akan berartinya setiap momen dalam hidup kita. Kita mulai dengan menguji segala sesuatu dalam terang budi: “Apakah aktivitas yang sedang kita lakukan ini akan membuat hidup spiritual kita berkembang atau tidak?” Bila ya, kita akan sediakan lebih banyak waktu untuk itu. Bila tidak, kita hanya buang-buang waktu saja menjalankan semua ini. Jadi, lebih baik tidak melakukannya.
Bisa jadi, permenungan mengenai kematian atau meditasi tentang kehidupan kembali membuat kita makin stres. Karena kita merasa hidup yang dijalani tampaknya tak bermakna. Kita takut dengan banyak hal yang tidak diketahui bakal terjadi pada diri kita. Kita cenderung takut dengan hal-hal yang tidak kita ketahui seperti ada apa setelah kematian, apa yang bakal saya alami di dunia lain, dan hukuman atau ganjaran apa yang dapat saya terima.
Kebanyakan para guru Budha yang sudah tercerahkan dapat menjelaskan perihal kematian dan kehidupan sesudah mati. Bahkan saat ini, banyak paranormal (clairvoyant-mereka yang bisa melihat masa depan dan masa lalu) dari Tibet yang mampu mengingat serta mengetahui kehidupan lampau mereka dan kapan serta dimana mereka hidup kembali.
Karena itu bila kita merasa bingung dan takut karena ketidaktahuan ini, Bhudisme mengajarkan bahwa saat kematian pada dasarnya dapat kita tangani dengan mudah. Tak ada alasan untuk mengkhawatirkannya. Bahkan sekalipun hidup yang kita jalani tidak pernah memberi manfaat. Budhisme mengajarkan bagaimana mimpi buruk yang membayangi ini dapat kita ubah menjadi pengalaman yang mendamaikan dan menggembirakan saat kita mati.
Meditasi atas kematian dan kehidupan kembali tidak akan menghilangkan atau menyingkirkan kita dari kehidupan sekarang ini. Hal paling penting dari menghayati hidup sekarang ini bukan menyadari setiap detail dari situasi di sekeliling kita. Lebih penting dari itu adalah, kita hidup dalam kepenuhan dengan menyadari bahwa kita sedang bahagia, gembira, penuh belas kasih dan bakti.
Kebanyakan meditasi kematian dan kelahiran kembali mencoba mentransformasi kesadaran dari dalam diri kita. Dalam banyak praktik meditasi, kita mencoba dengan cara membayangkan bahwa kita berada dalam surga bahagia yang dipenuhi denga cahaya dan cinta.
Kita tingkatkan rasa dalam hati kita dengan kedamaian, kegembiraan, cinta, kemurnian, penghargaan, dan bakti serta mengkontemplasikannya. Tujuannya, adalah untuk mentransformasi pikiran kita agar dalam menerima segala sesuatu kita akan merasakan cinta, kegembiraan, penghargaan, bakti, dan kemurnian.
Saat semua ini terjadi, kita mulai hidup dalam kepenuhan dan membawa kualitas mental ini dalam setiap suasana dan kesempatan. Karena pikiran adalah sumber segala hal. Saat pikiran kita merasakan kedamaian dan kegembiraan, apa pun yang kita kerjakan dan katakan akan menjadi ekspresi dari kegembiraan dan kebahagiaan itu sendiri. Kita akan menjadi sumber damai dan gembira bagi yang lainnya.
Setelah kita meninggal, kualitas mental ini akan memanifestasi dalam dunia yang damai, gembira dan penuh cinta dan kita akan kembali hidup dalam dunia seperti ini pula.
Karena itu pula, kematian orang yang kita cintai pada dasarnya bukanlah akhir dari kontak fisik seperti kita pikirkan saat ini. Budhisme mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir. Ada kehidupan sesudah kematian. Karena itu, agar kita tidak terkejut, kita harus membiasakan diri berpikir bahwa dia, mereka yang kita cintai pasti bakal menemui ajalnya kapan pun itu.
Bila kita yakin bahwa seseorang yang kita cintai akan hidup dalam kedamaian setelah ajalnya menjemput, rasa perih atas perpisahan ini akan sedikit demi sedikit menghilang. Karena pikiran adalah sumber utama atas apa yang terjadi setelah kematian, kita harus menguatkan orang yang kita cintai dengan kegembiraan, kebahagiaan dan kedamaian karena situasi inilah yang akan membawa mereka pada kehidupan baru yang bakal mereka jalani.
Bahkan bila orang-orang yang kita cintai ini hidupnya negatif sekalipun, rasa bahwa mereka akan mendapatkan yang terbaik akan menyembuhkan hidup kita secara spiritual dan psikologis. Kematian memang bukan hal yang mudah. Namun, ada beberapa hal yang layak untuk kita mengerti.