Renungan Harian
Kamis, 27 Mei 2021
Bacaan I: Sir. 42: 15-25
Injil: Mrk. 10: 46-52
BEBERAPA tahun lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk mendampingi ziarah ke tanah suci. Perjalanan ziarah kali ini adalah perjalanan ziarah yang kedua bagi saya.
Hari itu sore hari kami tiba di penginapan di kaki Gnung Sinai, karena malam hari kami akan mendaki Gunung Sinai.
Setiba di penginapan, tour leader meminta kami untuk beristirahat yang cukup agar fisik kami cukup fit untuk mendaki; di samping itu diingatkan bagi yang tidak sehat atau mempunyai penyakit tertentu yang tidak memungkinkan untuk mendaki disarankan agar tetap tinggal di penginapan.
Menjelang tengah malam kami dibangunkan dan diminta siap-siap untuk pendakian. Dengan diangkut bus kami sampai titik kumpul, untuk memulai pendakian.
Kami semua bersemangat untuk mendaki. Salah satu penyemangat kami adalah seorang bapak muda yang energik yang nampaknya sudah biasa berpetualang.
Perjalanan awal, kami mulai dengan naik unta sampai pos perhentian pertama.
Dalam rombongan kami ada seorang bapak yang sudah cukup berumur, tetapi semangat untuk mendaki.
Dari pos perhentian pertama, kami mulai mendaki Gunung Sinai. Jalanan berbatu dan menanjak kami jalani. Meski udara amat dingin, tetapi kami dihangatkan dengan semangat kami untuk mendaki, sehingga perjalanan yang melelahkan itu tidak begitu terasa.
Sampai di puncak gunung, kami berdoa bersyukur bahwa kami sudah boleh sampai di puncak gunung dimana dahulu Musa menerima Hukum Tuhan.
Setelah melihat keagungan Tuhan lewat matahari yang terbit, kami berkemas untuk turun.
Dalam perjalanan turun, bapak yang sepuh kelihatan mulai kecapekan, sehingga beliau jalan lebih lambat, apalagi perjalan turun memang lebih sulit karena licin karena batu-batu kecil yang mudah terlepas.
Meski kelihatan lelah dan lambat, tetapi bapak itu tidak menampakkan kesakitan atau menderita.
Beliau tetap jalan dengan pelan, sesekali menyeka mukanya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya.
Akhirnya kami semua selamat sampai di tempat bus kami parkir.
Di dalam bus, kami saling bercerita tentang pengalaman pendakian kami. Ada yang bercerita tentang ketakutannya naik unta, ada yang merasa kelelahan di tengah pendakian dan ada banyak yang bercerita pengalaman-pengalaman lucu dalam perjalanan pendakian maupun saat turun.
Bapak sepuh itu bercerita bahwa beliau merasa mendapat mukjizat karena bisa mendaki Gunung Sinai sampai puncak dan dapat turun kembali dengan selamat.
Bapak bercerita bahwa dirinya baru saja sembuh dari operasi bypass jantung. Sesungguhnya beliau sudah disarankan agar tidak beraktivitas yang melelahkan karena akan mengganggu kinerja jantungnya.
Namun beliau amat ingin sampai puncak Sinai, beliau percaya penuh pada penyelenggaraan ilahi dan pasrah. Pun seandainya harus dipanggil dalam perjalanan pendakian, beliau tetap bersyukur.
Kami semua terdiam sejenak dan ikut bersyukur atas apa yang bapak itu alami.
Dalam hati saya sempat berpikir, seandainya ada apa-apa di saat mendaki pasti akan merepotkan banyak orang.
Seandainya beliau memberi tahu sebelumnya pasti kami larang untuk ikut. Tetapi kepasrahan dan imannya membuat semua bisa terjadi.
Puji Tuhan.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Markus, Bartimeus mendapatkan anugerah penyembuhan. Karena imannya akan Yesus yang diimani sebagai Mesias.
“Pergilah, Imanmu telah menyelamatkan dikau.”
Bagaimana dengan aku?
Dapatkah aku percaya dan pasrah pada Allah yang kuimani?