Renungan – Tanpa Anak

0
241 views
Ilustrasi: Ibu dan anaknya. (Ist)

Rabu, 12 mei 2021

Bacaan I: Kis 17: 15,22-18:1
Injil Yohanes 16: 12-15.

SORE itu, kami bertemu dengan pasangan suami isteri dari paroki yang pernah kami layani.

Mereka cukup harmonis dan tampak rukun.

“Hai, apa kabar kalian?,” sapa kami kepada mereka.

“Kabar baik, Pastor, kami sedang pulang liburan,” jawab mereka.

“Berdua saja atau dengan anak-anak?,” tanya pastor temanku.

“Berdua saja. Kami belum siap punya anak,” jawab pasangan perempuannya.

“Belum siap?,” tanya kami dengan heran.

“Kami memutuskan untuk tidak punya anak. Karena setelah menimbang banyak hal, baik itu secara ekonomi, psikologis, pendidikan anak, dan kehidupan kami berdua, maka pilihan untuk tidak punya anak kami pilih,” kata pasangan prianya.

“Ingat hakikat dan tujuan perkawinan kalian, bahwa salah satunya adalah terarah pada kelahiran dan pendidikan anak,” kata kami berdua.

“Kami paham. Tetapi untuk saat ini, kami belum siap,” kata pasangan perempuannya.

“Kalau kalian bersikap seperti ini, mestinya kalian tidak menikah,” kata temanku dengan tegas.

“Tanyakan dalam relung hatimu, apakah keputusan kalian ini benar atau keputusan yang salah karena menolak menjadi rekan sekerja Allah dalam menyempurnakan dunia ini melalui keluarga yang kalian bangun?,” kata temanku sekali lagi.

Kebebasan berpikir dan berkehendak yang semakin menemukan ruang dalam hidup bersama mestinya harus dibarengi dengan kedewasaan dan kematangan berpikir. Ini agar supaya sampai pada sebuah kebenaran.

Jika hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri dan tidak berani menempatkan diri sebagai ciptaan Tuhan, kita bisa salah arah dan salah jalan.

Tidak ada yang bisa menjamin hidup manusia lainnya, termasuk anak-anak yang dipercayakan Tuhan dalam keluarga kita. Anak adalah anugerah Tuhan.

Di semua aspek kehidupan ini, kita perlu mengharapkan hadirnya Roh Kebenaran. Agar supaya menuntun kita pada keterbukaan hati untuk terlibat dalam karya keselamatan Allah di dunia ini.

Pasangan tadi tidak mau punya anak karena kekuatiran dan keraguan. Namun juga keegoisan untuk tetap menikmati cinta bagi pasangan berdua semata; tanpa kehadiran anak yang menurutnya akan merusak perhatian dan cinta mereka.

Mereka menolak angerah dan campur tangan Tuhan dalam keluarga mereka.

Banyak hal dalam hidup ini, yang belum kita pahami sepenuhnya.

Maka, marilah kita mohon hadirnya Roh Kebenaran supaya menuntun dan membimbing kita.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here