Requiem untuk Sr. Silvy Susanti SFIC bersama Mgr. Hieronymus H. Bumbun OFMCap

0
938 views
Mgr. Hieronymus Herculanus Bumbun OFMCap mendupai peti jenazah Sr. Silvy Susanti SFIC. (Adiwardi & Nininseyography)

KEMATIAN merupakan realita dan titik henti dalam siklus kehidupan yang merupakan keniscayaan hidup. Seluruh agama di dunia meyakini, ada Yang Ilahi berkuasa atas hidup manusia. Kapan manusia lahir dan juga kapan ia  meninggal, ini menjadi ‘rahasia’ yang hanya menjadi milik Tuhan.

Oleh karena itu,  peristiwa kematian selalu menjadi ‘’misteri’ kehidupan yang tak mudah diselami, apalagi ketika orang bicara tentang apa dan bagaimana after life. Kita hanya perlu bersiap untuk menghadapi kematian, karena hari Tuhan tiba-tiba datang seperti pencuri (Lukas 12:35-40).

Demikian pengantar singkat dalam misa requiem untuk menghantar almarhumah Sr. Silvy Susanti SFIC ke peristirahatan terakhir.

Keluarga besar almarhumah Sr. Silvy Susanti SFIC. (Adiwardi & Nininseyography)

Misa requiem untuk mendoakan arwah Sr. Silvy Susanti SFIC ini berlangsung dengan hikmat di kapel Susteran St. Antonius pada tanggal 5 Februari 2018 pukul 10.00 WIB.

Hadir sebagai selebran utama Uskup Emeritus Mgr. Hieronymus Herculanus Bumbun OFMCap didampingi Pastor Amandus Ambot OFMCap (Provinsial Kapusin Pontianak) dan P. Herman Mayong OFMCap bersama  imam konselebran lainya, Pastor Alex Pr, Pastor Leonard Nojo OFMCap, Pastor Prasetyo CDD dan Pastor Yoseph Pr.

Hadir para suster SFIC yang datang dari berbagai tempat/komunitas, dan sanak keluarga, kenalan dari almarhum. 

“Saudara Maut”

Dalam homilinya,  Pastor Herman Mayong OFMCap menegaskan bahwa entah hidup entah mati kita ini milik Tuhan. “Maka sebenarnya kematian bukanlah peristiwa yang menakutkan bagi orang yang percaya. Orang-orang Kudus dalam sejarah memberi teladan seperti St. Fransiskus Asissi yang memandang kematian sebagai tanda untuk sampai kepada dunia yang baru,” ungkapnya.

Oleh karena itu, St. Fransiskus Assisi tidak takut akan kematian. Ia malah memuji Tuhan, terpujilah Tuhan karena “Saudara Maut”  yang memungkinkan manusia untuk beralih dari kesementaraannya, dari ketaksempurnaannya untuk memasuki kehidupan yang baru.

Seperti juga ungkapan Santa Bunda  Teresa yang mengatakan bahwa kita dipanggil bukan untuk menjadi orang yang spetakuler tetapi kita dipanggil untuk setia, setia sampai akhir. “Dan kesetiaan inilah yang telah diteladankan oleh mempelai Kristus yang hari ini kita hantar kepergiannya ke peristirahatan terakhir menuju pernikahan abadi di surga,” ungkap P. Mayong.

Provinsial Kongregasi SFIC Provinsi Indonesia Sr. Irene SIFC memberi sambutan. (Adiwardi & Nininseyography)

Belajar dari ikan

Mari belajar dari ikan. Ikan selalu hidup dalam habitatnya yaitu air. Meskipun ada gelombang, bahkan tsunami sekalipun ikan tetap hidup. Karena ikan hidup dalam habitatnya.

“Maka  kembali saya mengajak kita merenungkan perikop bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma (Roma 14;8): entah hidup entah mati, kita tetap milik Tuhan, jika kita hidup dalam habitat Allah, maka dalam segala penderitaan, salib dan sakit, bahkan dalam menghadapi maut sekali pun tidak  membuat kita takut, tidak membuat kita terluka dan mati karena kita hidup dalam habitat Allah. Untuk hidup dalam habitat Allah, kita semua punya tugas pertama dan utama yaitu mengkontemplasikan perkara-perkara ilahi dalam doa dan meditasi itulah yang memampukan kita hidup dalam habitat Allah” kata pastor.

Orang bijak mengatakan, kalau berdoa itu jangan part time, sometime apalagi no time. Berdoa itu harus ontime, fulltime kalau perlu overtime, karena kita dipanggil Tuhan anytime.

Orang bijak mengatakan pula kalau di sekolah kita belajar ketika menghadapi ujian, maka semakin banyak ujian semakin banyak pula kita belajar. Kalau kita sudah belajar banyak mengapa kita takut untuk menghadapi ujian kalau kita hidup dalam habitat Allah,” pungkasnya mengakhiri homili.

Tradisi Fransiskan:-Para Suster SFIC menyanyikan lagu “Gita Sang Surya” sembari mengelilingi peti jenazah Sr. Silvy Susanti SFIC, sebelum dibawa ke peristirahatan terakhir. (Sr. Maria Seba SFIC)

Di akhir misa requiem,  para suster SFIC maju ke depan altar mengelilingi peti jenazah Sr. Silvy Susanti SFIC dengan lilin bernyala. Para Suster menyanyikan lagu Gita Sang Surya sebagai simbol penghormatan terakhir dan sebagai doa pujian kepada Allah Sang pemilik kehidupan untuk menghantar almarhum menuju kebahagiaan abadi bersama Sang Mempelai Sejati, Yesus Kristus.

Setelah pemberkatan jenazah dengan air suci dan dupa oleh Uskup Emeritus Mgr. Hieronymus Herculanus Bumbun OFMCap, jenazah Sr. Silvy Susanti SFIC disemayamkan di Kerkop-Pemakaman Katolik St. Yusuf Sungai Raya dengan prosesi pemakaman yang Romo Alexius Alex Pr, Pastor Paroki St. Yosef Katedral Pontianak.

Romo Alexius Alex Pr, Pastor Paroki St. Yosef Katedral Pontianak, mempimpin prosesi pemakaman di Kerkop St. Yusuf Sungai Raya, Pontianak, Kalbar. (Adiwardi & Nininseyography)

RIP Sr. Silvy Susanti SFIC, 16 Tahun Misionaris SFIC di Kenya – Afrika

Para suster SFIC menghantar Sr. Silvy SusantI SFC ke tempat peristirahatan terakhir. (Adiwardi & Nininseyography)
Romo Alexius Alex Pr berfoto bersama para suster SFIC di makam Sr. Silvy setelah prosesi pemakaman. (Adiwardi & Nininseyography)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here