KEGIATAN ret-ret kali ini dilakukan di Wisma Pojok Indah Yogyakarta. Kegiatan kali ret-ret ini berlangsung selama dua hari, mulai dari Sabtu hingga Minggu tanggal 19-20 November 2016. Saya berangkat dari Bandung pada hari Jumat sore karena masih kuliah seminar pada hari tersebut, sementara beberapa teman telah sampai ke Yogyakarta sejak Jumat siang dan sore.
Ret-ret kali ini merupakan kelanjutan dari ret-ret yang pertama. Pada ret-ret kali ini diangkat tema yaitu “Memperjuangkan Hidup menjadi Berkat”.
Sesi 1: Evaluasi
Pada sesi ini, kami diajak melakukan evaluasi diri mengenai hal-hal apa saja yang telah terjadi selama setahun terakhir sejak terakhir kali ret-ret. Kami diajak untuk berbagi pengalaman tentang persiapan, jatuh bangun yang kami alami, passion serta orang-orang di sekitar kami dalam konteks idealisme, prinsip, keprihatinan, keterlibatan, benturan, keagamaan, kerapuhan dan kebangkitan. Melalui evaluasi tersebut kami diajak merefleksikan kembali perkembangan-perkembangan diri apa saja yang telah dilakukan.
Saya mendapatkan banyak cerita pengalaman menarik dari teman-teman, seperti cerita Fitta yang pergi ke Filipina dan mendapatkan banyak pengalaman rohani atau ketika ke Kalimantan dan melihat perkembangan saudara-saudara Katolik di sana atau pengalaman April yang pergi ke Korea dan Meidy yang pergi ke Thailand. Selain itu, banyak pula pengalaman menarik tentang perjuangan teman-teman lainnya.
Sesi ini berjalan sedikit lebih dari waktu yang dijadwalkan karena ternyata ada cukup banyak pengalaman yang masing-masing dari kami sampaikan.
Melalui cerita teman-teman, saya merasakan bahwa saya memiliki teman dalam perjuangan hidup dan menggapai mimpi (saya tidak harus berjuang seorang diri namun mendapatkan teman-teman yang menguatkan saya). Melalui sharing ini juga saya mendapatkan dorongan semangat saya kembali, menyegarkan kembali impian yang ingin dicapai, masa depan yang harus dijalankan.
Kami dibantu oleh Kak Olin untuk merangkum pengalaman-pengalaman yang kami rasakan menjadi beberapa poin-poin penting. Kami diajak untuk menyadari bahwa kadang kala kita tidak bisa hanya mengikuti jalan orang, namun harus bisa membuat jalan kita sendiri. Sering kali dalam kehidupan, perjuangan yang dilalui tidaklah lurus. Dalam mengejar tujuan pun kita tidak harus berkembang secara luar biasa dalam satu waktu, tidak masalah pelan-pelan yang penting adalah terus menerus maju.
Terakhir kami mendapati bahwa sepahit apapun pengalaman yang kita dapatkan, pastilah ada makna yang dapat diambil yang pada akhirnya akan mampu mendorong diri kita (sesama) menjadi lebih baik.
Sesi 2: Portrait of Reality
Kenyataan dalam hidup manusia seringkali tidak sesuai dengan keinginan/harapan. Masalah dan kesulitan seringkali membuat kita ingin menyerah dalam usaha-usaha kita. Oleh karena itu, kita harus mempunyai kemampuan untuk dapat mempelajari hal-hal yang terjadi dalam kehidupan kita.
Refleksi dapat dilakukan dengan melalui refleksi. Refleksi dapat dilakukan dengan bantuan Segitiga Pemaknaan Hidup.
Dalam segitiga ini, terdapat tiga bagian.
- Event merupakan kejadian yang kita alami sehari-hari. Dari kejadian-kejadian yang kita alami itu dapat dibentuk suatu pola-pola yang berulang yang kemudian disebut “Pattern”.
- Melalui pattern yang dapat terlihat kita dapat menggunakannya untuk menjadi panduan dalam keseharian sehingga terbentuk suatu “Structure”.
- Structure merupakan learning point, substansi dan nilai yang dapat diambil. Proses dari event menuju structure disebut dengan proses evaluasi-refleksi. Sementara itu proses kebalikannya dari structure ke event disebut dengan planning-action.
Refleksi sendiri dapat dimulai dengan terlebih dahulu menyusun hal menarik dari peristiwa yang dialami, pesan/nilai dari orang-orang sekitar, kesamaan cerita yang dialami serta tanggapan terhadap diri kita dari orang-orang sekitar. Dengan demikian, proses pemaknaan hidup dapat dilakukan tidak hanya dari pengalaman diri sendiri namun juga dari pengalaman orang lain.
Salah satunya melalui dialog dimana kita bisa mendapatkan pengalaman, passion dan panggilan hidup orang lain. Oleh karena itu kemudian kami diminta berpasang-pasangan untuk mewawancarai orang di sekitar lingkungan wisma.
Wawancara yang dilakukan berhubungan dengan pengalaman hidup yang dialami oleh orang tersebut. Sebelum melakukan kami dibekali oleh Kak Danang beberapa teknik komunikasi, diantaranya komunikasi yang efektif dibangun oleh komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.
Komunikasi non-verbal ini dapat berupa matching mirror (menyamakan gerakan dengan orang yang diajak bicara) dan cara memposisikan diri. Komunikasi verbal sendiri ternyata mempengaruhi komunikasi efektif dengan proporsi 7% kata-kata, 33% intonasi dan 55% body language.
Dalam berbicara kita juga harus memperhatikan aspek HEART yaitu Hearing, Empathy, Acceptable, Respect, Think.
Wawancara kami lakukan setelah sesi makan siang dan evaluasinya akan dibahas pada saat sesi 4.
Sesi 3: Christian Faith & The Call of Lay Faithful
Sesi ini dibawakan oleh Romo Setyawan SJ. Pada awalnya kami dibawa untuk melihat proses sejarah mengenai paradigm shift atau perubahan paradigm. Hal ini terjadi ketika pandangan bumi sebagai pusat semesta (geocentrism) ditentang oleh pandangan matahari sebagai pusat semesta (heliocentrism) yang kemudian berubah menjadi pertentangan antara agama (Katolik) dan sains.
Pertentangan ini berakhir pada munculnya Revolusi Cartesian (Descartes) yang kemudian dikenal istilah cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada) yang berarti bahwa seseorang meragukan seluruh eksistansi alam semesta terlebih dahulu sebelum dapat melihat kebenaran di dalamnya (rasionalism).
Pola pikir yang muncul seperti itu membuat semua hal didekati secara ilmiah yang kemudian mendorong perkembangan ilmu pengetahuan secara luar biasa, tergambar dalam revolusi industri. Namun perkembangan tersebut memberikan efek buruk dimana masyarakat melihat segala hal dalam hidup sebagai hitung-hitungan dan untung-rugi. Hidup seseorang tidak lagi dihargai melainkan hanya dianggap sebagai suatu angka satuan yang dapat diuangkan. Dunia berubah menjadi dunia yang tidak lagi peduli akan sesama, yang menilai hidup seseorang tidak seberarti sebelumnya. Hal ini terlihat dalam film Charlie Chaplin berjudul Modern Times (1936) yang menceritakan bagaimana perusahaan hanya melihat keuntungan dan cara menghasilkan lebih banyak keuntungan walau pekerjanya tidak sejahtera.
Namun walaupun dunia telah berubah menjadi dunia yang menjadi tidak lagi sepeka dahulu, namun Tuhan tetap mencurahkan berkat-Nya bagi kita. Hal ini terlihat melalui lahirnya banyak santo-santa dengan perbuatan kasihnya yang melambangkan kesucian hidup bahkan di era saat ini. Kita sebagai seorang Katolik pun wajib tetap berusaha menampilkan kebaikan “kesucian” pada diri kita bagaimanapun kondisi sekitar kita.
Kebaikan “kesucian” dapat dicapai dengan menyadari terlebih dahulu karunia-karunia yang Tuhan berikan. Melalui karunia-karunia tersebut kita diajak untuk mampu membagikan karunia-karunia tersebut bagi kebaikan dunia. Namun begitu seringkali kebaikan yang kita ingin lakukan mendapatkan rintangan, oleh karena itu kita juga harus memiliki energi/semangat luar biasa (“gila”) untuk mendorong diri. Hal ini dapat dibantu apabila kita telah menemukan passion kita dan cara kita menyalurkannya.
Hal ini terlihat dari Sister Christina Scuccia, OSU yang mampu mengggunakan talenta bernyanyinya sehingga orang banyak dapat menikmati suara merdunya. Melalui kompetisi The Voice yang beliau ikuti pula, beliau kemudian mampu ikut memberikan nama baik Gereja Katolik bagi dunia.
Cara yang dapat dilakukan dalam menjalankan passion kita adalah dengan melihat apakah kegiatan yang kita lakukan memberikan efek konsolasi atau desolasi bagi kita. Konsolasi merupakan suasana orang yang semakin ingin mendekatkan diri pada Tuhan. Sementara itu desolasi merupakan suasana yang semakin merasakan jauh dari Tuhan.
Dengan menjalankan kegiatan yang semakin memberikan efek konsolasi maka diharapkan pada akhirnya kita dapat mencapai kesatuan dengan Tuhan sebagaimana dituliskan dalam Christi Fideles Laici (Paus St. Johannes Paulus II, 1988).
Sesi 4: Dialog
Pada sesi ini kami diajak untuk merefleksikan hasil wawancara tiap kelompok. Saya satu kelompok dengan Michelle dan kami mewawancarai Pak Domo. Beliau merupakan orang yang bagi saya cukup luar biasa karena di dunia yang ada seperti saat ini, beliau mampu memilih untuk bersikap penyerahan pada Tuhan. Beliau memilih hidup dengan tidak memiliki materi, menghabiskan waktunya dengan berdoa dan mengikuti hidup Santo Paulus.
Dia juga benar-benar berusaha mencari kebenaran Tuhan dengan belajar dari agama-agama lain sebelum kembali lagi dalam Gereja Katolik. Beliau juga diberikan karunia penglihatan (vision). Bagi kami sikap pasrah pada rencana Tuhan ini sungguh luar biasa. Ada pula cerita-cerita luar biasa lain dari Audrya dan Meidy tentang perjuangan ibu yang bagi anak-anaknya atau cerita Fitta tentang seorang ayah yang mengabdikan hidup bagi keluarganya serta Gereja dan walaupun hidupnya penuh kemalangan namun tetap mampu mengucap syukur dan tekun dalam doa.
Keutamaan seorang kristiani adalah melalui tiga hal yaitu iman, harapan dan kasih. Menurut Matius 25:31-46, Tuhan dan Gereja membela orang yang miskin, lemah dan kekurangan (bukan cuma dalam harta) dimana kita selalu dapat menolong sesama melalui karunia-karunia yang Tuhan berikan pada kita.
Sesi 5: Keutamaan Kristiani
Kemudian Kak Danang mengajak kita untuk menonton film Erin Brokovich. Melalui film tersebut kita diajak melihat bagaimana perjuangan keras seorang yang biasa saja, dianggap remeh oleh lingkungan sekitar namun kemudian dapat memberikan perubahan luar biasa bagi dunia.
Dari situ, kami belajar bahwa dalam menjadikan diri kita dapat berguna di dunia kita harus mampu memiliki sikap-sikap pengorbanan, energi, prioritas, empati, asosiasi, disosiasi dan totalitas.
Kehidupan ini penuh dengan pertentangan. Walaupun kita telah berjuang semaksimal mungkin, namun pasti ada hal-hal yang akan menghambat kita. Akan muncul pertentangan antara panggilan hidup dengan tuntutan hidup. Pertentangan lain antara kondisi ideal yang diinginkan dengan realitas yang kita hadapi. Pertentangan juga terjadi antara melakukan yang disukai dengan menyukai yang dilakukan. Apabila kita mampu untuk menyukai yang dilakukan (sebagaimana yang direncanakan Tuhan bagi kita), kita akan kemudian mampu menghadapi realitas hidup dan berujung pada terjadinya pemenuhan tuntutan hidup.
Sesi Gereja Pagi
Pada pagi hari kedua, kami memulai aktivitas kami dengan pergi ke Gereja Katolik Keluarga Kudus Banteng. Kami pergi menggunakan mobil Kak Danang sementara Gilang dan Meidy naik motor Gilang. Kami pergi misa mingguan pagi pukul 07.
Pada misa kali ini bertepatan dengan Hari Raya Kristus Raja (Feast of Christ The King). Hari raya ini sendiri muncul pada tahun 1925 oleh Paus Pius XI. Hari raya ini muncul sebagai respon Gereja Katolik terhadap sekularisme yang bertumbuh di masyarakat.
Hal ini berkaitan sangat berkaitan dengan sesi-sesi sebelumnya mengenai efek Revolusi Kopernikat dan usaha-usaha kita menjadikan diri kita tetap menjadi orang yang sesuai di hadapan Tuhan walau dengan dunia yang ada saat ini.
Sesi 6: Krisis dalam Kehidupan
Sesi ini kami diajak untuk melihat berbagai krisis yang dialami saat ini. Berdasarkan Matius 10:16, kita akan menemui banyak rintangan dalam kehidupan ketika kita keluar dari dari lingkungan kita yang aman dan nyaman menuju dunia luar. Namun begitu hal tersebut bukanlah rintangan bagi kita untuk menyerah, takut dan gagal namun justru menjadi pelecut semangat bahwa Tuhan menyertai kita seraya berhati-hati dan waspada.
Krisis terjadi di berbagai hal, krisis Tuhan, agama, relasi, alat, social, alam dan manusia terjadi selalu. Kami pun diajak sebentar melihat film PK (2014). Pada film ini terlihat bahwa orang sibuk memikirkan Tuhan namun tidak memilih untuk datang kepada-Nya. Hal yang sama terjadi dalam kehidupan kita. Tindakanlah yang menentukan bagaimana kita bersikap, bukan hanya pikiran-pikiran kita.
Kami juga diajak memainkan beberapa game yang menjelaskan bagaimana berbagai rintangan akan kita hadapi, namun dengan persiapan dan Tuhan di sisi kita, semua masalah akan mampu dihadapi.
Sesi Penutup
Pada sesi ini, kami diajak untuk kembali merefleksikan hal-hal yang sudah didapatkan melalui ret-ret ini. Kami pun diajak untuk bersama-sama mau mengembangkan diri, berprogress, menjadi lebih baik, paling tidak pada saat kegiatan ret-ret berikutnya.
Kami bernyanyi dipimpin oleh Kak Danang dan kemudian menutup rangkaian acara dengan berdoa.
Setelah berakhirnya sesi penutup, kami menyempatkan diri mengunjungi Candi Ratu Boko dan membeli oleh-oleh sebelum akhirnya kembali pulang.
Bagi saya, ini adalah suatu pengalaman yang sangat berkesan. Tempat yang sungguh indah untuk ret-ret, pembimbing dan romo yang juga luar biasa. Namun terutama teman-teman yang sangat luar biasa yang tidak ada hentinya memberikan tawa, canda, motivasi bagi saya.
Tidak lupa akan Yayasan Bhumiksara yang telah berbaik hati menyediakan sarana kegiatan ret-ret luar biasa ini.
Sumber gambar : Teman-teman, kak Danang dan kak Olin.
Sumber informasi tambahan : Google.com