PADA hari ketiga retret, peserta diajak untuk membaca beberapa bagian dari Evangelii Gaudium dari Paus Fransiskus. Dokumen itu berisi pancaran kegembiraan yang sangat kuat.
Sebenarnya ketika dokumen itu baru muncul, sambutan antusias diberikan atas isinya yang penuh pesan kegembiraan dan membawa transformasi dalam Gereja. Namun dokumen sepenting apa pun akan segera dilupakan dan tidak diingat-ingat lagi hingga Paus Fransiskus sendiri menulis dalam EG No.25 sepert ini:
“Saya sadar bahwa sekarang ini dokumen–dokumen tidak menimbulkan minat seperti di masa lalu dan cepat sekali dilupakan. Meskipun demikian, saya ingin menggarisbawahi bahwa apa yang saya coba ungkapkan di sini memiliki makna programatis dan konsekuensi penting.”
Jadi Paus bermaksud bahwa EG itu membawa perubahan dan transformasi dalam hidup Gereja. Paus mulai dengan pembaruan tampilan kepausan sendiri, tampilan para pelayan Gereja yaitu para uskup dan imamnya dan tampilan seluruh Gereja.
Paus Fransiskus “tampil beda” dengan melakukan hal–hal yang baru dan tidak biasa. Para uskup dan imam diminta untuk menjadi “gembala berbau domba” (EG No. 24). Umat Gereja sendiri diminta untuk menjadi Gereja yang terbuka dan pergi keluar menjumpai sesama di jalan–jalan dan di pinggiran–pinggiran (EG No.30).
Paus Yohanes XXIII (yang beinisiatif mengundang Konsili Vatikan II) menggambarkan Gereja bukan sebagai museum yang berisi benda–benda antik, ajaran iman dan moral yang sudah terpelihara selama berabad–abad dengan tertib dan rapi, beku dan mati. Melainkan, kata Paus ini, Gereja haeus menjadi sebuah taman bunga yang hidup dan berwarna–warni dihiasi oleh berbagai ragam suku dan budaya dari putera–puteri warga Gereja.
Dan lebih lanjut, Paus Fransiskus menggambarkan Gereja sebagai “rumah sakit lapangan” yang merawat orang-orang sakit, yang letih–lesu dan terluka. Paus lebih suka dengan Gereja yang menjadi kotor dan terluka karena harus berjalan keluar berjumpa dengan banyak orang membawa Kabar Gembira, karena akan menjadi lebih sehat dan bersukacita daripada Gereja yang menutup diri dalam zona nyaman, dengan struktur, birokrasi dan administrasi yang tertib, namun yang menjadi lemah dan sakit-sakitan di dalam dirinya sendiri.
Ide dasar tentang paroki
Peserta retret diajak membaca EG no 25–28 yang berbicara secara khusus tentang Gereja Paroki.
Beberapa inspirasi yang dapat diambil dari bagian itu antara lain:
- Paroki adalah Gereja yang harus bercorak dinamis dan fleksibel, selalu memperbarui diri dan selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan baru.
- Paroki harus menjadi persekutuan iman umat yang hidup.
- Struktur dan administrasi memang perlu dan penting, namun tidak cukup.
- Paroki harus menjadi komunitas dari pelbagai komunitas (Community of the communities). Karena pada akhirnya umat yang nyata ada di dalam komunitas basis atau wilayah rohani dan komunitas kategorial.
- Paroki adalah kehadiran Gereja di wilayah tertentu untuk bertumbuh dalam iman kristiani dan mewartakan sukacita Injil supaya menjadi garam dan terang dunia bagi masyarakat sekitarnya.
- Gereja paroki harus melihat dengan mata yang menembus ke dalam dirinya sendiri, merenungkan misteri keberadaanya sendiri. (EG 26).
- Gereja harus selalu kembali kepada panggilannya yang sejati dan setia pada panggilan itu.
- Gereja juga perlu menyatu dengan realitas sosial – masyarakat yang ada di sekitarnya.
Dengan ungkapan yang khas, Paus menyatakan: “Gereja paroki harus membuka pintunya, supaya Kristus dapat keluar untuk menjumpai orang – orang yang tersingkir dan terpinggirkan.”
Kunjungan pastoral
Tergerak oleh seruan EG, peserta sharing mengungkapkan demikian:
“Pada akhirnya yang paling penting adalah seperti yang sudah dilakukan oleh para pastor misionaris zaman dulu, yaitu pastoral kehadiran. Para imam harus keluar dari pastoran dan hadir mengunjungi keluarga–keluarga, mengenal nama mereka, anak–anak mereka, situasi hidup mereka dan dari situ dapat diperoleh data dari umat untuk melakukan pastoral berbasis data. Dari data yang akurat itulah bisa disusun program–program pastoral yang sesuai dengan kebutuhan umat.”
Semoga dengan retret ini, para imam diperbarui dalam semangat pertobatan dan dapat menjadi pelayan umat yang lebih sesuai dengan kehendak Yesus.