Mobil angkot berplat kuning bergerak pelan dari Prambanan menuju Klaten.
“Rezeki itu buah kesabaran kerja,” ujar sopir setengah baya kepada saya di sampingnya.
Bus-bus antarkota dan kendaraan pribadi melaju kencang menyalip kami.
“Sayangnya, banyak sopir kehilangan kesabaran saat mencari rezeki,” ucapnya kepada saya yang duduk di sampingnya.
“Sini, Pak,” teriak penumpang dari tempat duduk belakang.
Kaki Sopir menginjak rem mendengar permintaan mendadak penumpangnya. Ia menginjak rem pelan-pelan agar penumpang-penumpang tetap nyaman di mobil.
“Ini ongkosnya,” ujar penumpang kepada pak sopir dari jendela depan.
Sopir itu melihat sebentar uang yang dilipat penumpangnya, menunjukkannya sebentar kepada saya sebelum memasukkannya ke sakunya. Terdengar desahan halus saat tangannya menerima uang dari penumpang.
“Sabar,” ujarnya sambil menyunggingkan senyum.
“Saya mempersilakan penumpang memberikan uang yang sepantasnya dibayarkan. Saya tak pernah meminta tambahan saat mereka memberi kurang dari yang seharusnya,” lanjutnya.
Beberapa siswi SMA turun. Mobil masih separuhnya terisi.
“Beberapa penumpang segera kabur setelah memberi ongkos ala kadarnya,” ujarnya dengan menyunggingkan senyum.
Ia gembira dengan profesi di belakang kemudi mobil colt yang semakin menua.
“Saya turun di sini, Pak,” pinta saya sambil meletakkan uang di tempat ia menyimpan ongkos para penumpang.
“Kembaliannya untuk Bapak.”
Ia mengecup uang pemberian saya sebelum melipatnya secara rapi di sakunya. Senyumnya yang tersungging hendak berkata,
“Rezeki itu buah kesabaran kerja.”
Photo credit: www.bayume.blogspot.com,