KABAR dukacita datang dari Kompas-Gramedia Group. Pendiri Harian Kompas Jakob Oetama (88) hari Rabu tanggal 9 September 2020 meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Jakarta Timur.
Akan dimakamkan di TMP Kalibata, hari Kamis (10/9/200) siang besok. Rabu petang ini, jenazah akan dibawa ke rumah duka di Jl. Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Sebelum dibawa dan dimakamkan di TMP KaliBata Kamis siang besok, jenazah akan disemayamkan di Kompas-Gramedia di Jl. Palmerah Selatan, Jakarta Pusat.
Jenazah akan disemayamkan di lobi Gedung Kompas-Gramedia mulai Rabu malam ini pukul 19.00 WIB.
Prosesi pemakaman di Taman Pahlawan Kalibata akan Kamis besok mulai pukul 10.00 WIB.
Kilas balik
Dari laman Wikipedia, kisah berdirinya Kompas ditulis sebagai berikut:
Ide awal penerbitan harian ini datang dari Jenderal Ahmad Yani. Ia mengutarakan keinginannya kepada Frans Seda yang kala itu menjabat Menteri Perkebunan dalam Kabinet Soekarno untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen.
Frans kemudian mengemukakan keinginan itu kepada dua teman baiknya, Petrus Kanisius Ojong atau Auwjong Peng Koen (1920-1980), pimpinan redaksi Mingguan Star Weekly, dan Jakob Oetama, wartawan Mingguan Penabur milik Gereja Katolik yang pada waktu itu sudah mengelola Majalah Intisari ketika PT Kinta akan mengalami kebangkrutan yang terbit tahun 1963.
Ojong langsung menyetujui ide itu dan menjadikan Jakob Oetama sebagai Pemred pertamanya.
Pada tahun 1964, Presiden Soekarno mendesak Partai Katolik untuk mendirikan media cetak berbentuk surat kabar.
Maka dari media majalah bulanan Intisari inilah sebagian wartawan Katolik direkrut. Selanjutnya, beberapa tokoh Katolik tersebut mengadakan pertemuan bersama beberapa wakil elemen herarkis dari Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI): Partai Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik dan Wanita Katolik. Mereka sepakat mendirikan Yayasan Bentara Rakyat.
Susunan pengurus pertama Yayasan Bentara Rakyat adalah Ignatius Joseph Kasimo (Ketua Partai Katolik) sebagai Ketua, Frans Seda sebagai Wakil Ketua, Franciscus Conradus Palaoensoeka sebagai penulis pertama, Jakob Oetama sebagai penulis kedua, dan PKOjong sebagai bendahara.
Dari yayasan tersebut, harian ini mulai diterbitkan.
Edisi perdana
Edisi perdana harian ini memuat karya terjemahan tentang bintang layar perak Marilyn Monroe, pengalaman perjalanan Nugroho Notosusanto, seorang ahli sejarah dari Universitas Indonesia ke London, dan kisah Usmar Ismail, sutradara film kenamaan, ketika pertama kali membuat film.
Pada awal penerbitannya, Frans Seda disarankan oleh Jenderal Ahmad Yani agar Kompas memberikan wacana untuk menandingi wacana Partai Komunis Indonesia yang berkembang pada saat itu.
Namun secara pribadi, Jakob Oetama dan beberapa pemuka agama Katolik seperti Monsignor Albertus Soegijapranata dan IJ Kasimo tidak mau menerima begitu saja, karena mengingat kontekstual politik, ekonomi dan infrastruktur pada saat itu tidak mendukung.
Tetapi, tekad Partai Katolik menerbitkan surat kabar sudah final.
PK Ojong dan Jakob Oetama ditugaskan membangun perusahaan. Mulailah mereka bekerja mempersiapkan penerbitan surat kabar baru, corong Partai Katolik. Tapi, suhu politik yang memanas saat itu membuat pekerjaan mereka bukan perkara yang mudah.
Rencananya, surat kabar ini diberi nama Bentara Rakyat. Menurut Frans Seda, PKI tahu rencana itu lantas dihadang. Namun, karena Bung Karno setuju jalan terus hingga izinnya keluar.