Romo Hadiwijoyo Pr, Sosok Kakak Ideal karena Ajari Berperilaku Bijak dan Etika Sosial

0
683 views
Romo Martinus Hadiwijoyo Pr saat masih frater calon imam di Seminari Tinggi St. Paulus Yogyakarta menerima kunjungan tujuh adik kandungnya. (Dok. keluarga untuk Titch TV dan Sesawi.Net)

SAAT itu, Wahyu Dramastuti masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Saat itu pula, ayah kandungnya Bapak Tarcisius Sutarto Hadijuwono mendadak meninggal dunia.

Tentu saja, keluarga besar ini menjadi sedikit “kelabakan”. Tulang punggung ekonomi keluarga kini sudah tiada.

Namun, juga tak dinyana, sejak Pak Tarto meninggal dengan meninggalkan satu isteri dan tujuh anak kandungnya -semuanya masih kecil, selain yang sudah mulai menginjak dewas hanya Romo Hadi- maka peran sebagai “bapak” itu langsung dipraktikkan oleh almarhum Romo Martinus Sukamartoyo Hadiwijoyo Pr (1947-2022).

Itulah kenangan amat manis yang selalu dikenang oleh Wahyu bersama enam kakak kandungnya hingga sampai saat ini.

Almarhum Romo Martinus Sukamartoyo Hadiwijoyo Pr (1947-2022) – Dok. Keluarga via Wahyu Dramastuti.

Diajari tata krama kesantunan

Kepada adik-adiknya, demikian ujar Wahyu menjawab Titch TV dan Sesawi.Net awal September 2022, almarhum Romo Hadiwijoyo selalu sangat serius mengajari perilaku baik sebagai anggota masyarakat.

Kepada semua adik-adikanya, almarhum Romo Hadi selalu memberitahu soal hidup  bertatakrama, mempraktikkan adat-istiadat kesantunan.

Ini tentu saja -yang tidak perlu dilupakan- adalah sikap hormat dan bakti kepada orangtua. Terutama kepada ibu mereka yang bernama Maria Sumartinah.

Hal remeh-temeh pun mendapat atensi serius

Yang diajarkan oleh Romo Hadiwijoyo kepada tujuh adik kandungnya kadang hal-hal yang sifatnya remeh-temeh, namun itu penting.

Taruhlah itu harus menata laku dan cara berjalan dengan santun, cara makan-minum yang baik dan santun, etiket menerima tamu di rumah dan juga saat kita tengah bertamu di rumah orang, dan lainnya.

“Misalnya saja, Romo Hadi selalu memberitahu kepada semua adik perempuannya agar menata posisi kaki ketika tengah berjalan. Kaki-kaki harus berjalan dengan cara menapak yang rapi, posisi kedua kaki harus tetap rapet, tidak boleh jalan dengan posisi kaki mekekeh (melebar).

Apalagi, waktu kami masih kecil dan usia remaja saat itu, kaum perempuan masih hanya bisa mengakrabi busana rok. Belum biasa kaum perempuan saat itu bercelana panjang,” terang Wahyu.

Semua hal remeh-temeh soal etiket pergaulan itu mungkin zaman sekarang ini sudah dianggap menjadi kurang “modern” lagi.

“Tapi menurut kami, adat-istiadat etiket kesantuan dan kesopanan itu rasanya tetap perlu mendapat perhatian kita bersama,” demikian harap Wahyu.

Bukan hanya soal tatakrama dalam pergaulan yang mendapat atensi besar dari almarhum Romo Hadiwijoyo.

Menurut Wahyu, almarhum Romo Hadiwijoyo Pr -kakak sulungnya itu- juga sangat perhatian akan “masa depan” semua adiknya bertujuh orang. Dalam ini, tentu saja soal pendidikan mereka.

“Bahkan saking perhatian dan sedemikian sayangnya kepada ketujuh adik kandungnya -termasuk kepada si bungsu Wahyu Dramastuti- almarhum Romo Hadiwijoyo sampai mengarahkan mereka sebaiknya sekolah di mana. Karena Mas Romo tahu bahwa watak saya ini bandel dan punya jiwa berpetualang,” kenang Wahyu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here