ROMO Karl Edmund Prier SJ pada hari Kamis siang tanggal 15 Februari 2018 ini sudah boleh meninggalkan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta untuk kemudian kembali ke rumah residensial Komunitas SJ di Bener, Yogyakarta.
Pada hari Minggu tanggal 12 Februari lalu, imam misionaris Jerman ini menjadi salah satu korban aksi pembacokan brutal oleh pelaku tunggal bernama Suliyono asal Banyuwangi, Jatim.
Suliyono ngamuk dengan sabetan pedang samurai hingga telah melukai beberapa anggota umat Katolik, saat tengah berlangsung misa mingguan di gereja Stasi yang berada di bawah reksa pastoral Paroki Kumetiran Yogyakarta ini.
Ketika terjadi amuk ini, semua umat katolik di dalam gedung dan di luar gereja langsung berhamburan melarikan diri, namun Romo Prier memilih tidak berlari melainkan tetap ‘diam’ tinggal di altar.
Penyerangan itu terjadi ketika tengah berlangsung pendarasaan doa Kemuliaan.
“Salah saya adalah karena saya tidak (mau) berlari,” ungkap Romo Prier SJ, ahli musik liturgi gerejani dan pendiri sekaligus Direktur Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X yang datang membesuknya di RS Panti Rapih hari Minggu petang.
Mencoba Pahami “Alam Pikir Jesuit” Romo Karl Edmund Prier SJ: “Salah Saya adalah tidak Berlari.”
Raja Yogyakarta itu datang bersama Uskup Agung KAS Mgr. Robertus Rubiyatmoko, pada hari yang sama Romo Prier terkena sabetan pedang di bagian batok kepala bagian belakang dan punggung serta harus menjalani operasi pada hari yang sama.
Salah satu korban pembacokan yang sempat mengalami masa kritis adalah Triyanto, alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun 1995.
Hingga hari Kamis ini, ia masih menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih.