TULISAN Eko Praptanto –anggota tim penulis Sejarah Gereja Paroki St. Servatius Kampung Sawah di Jatiasih, Bekasi—bisa mewakili siapa sebenarnya figur pastur Yesuit kelahiran Negeri Belanda ini.
Meski sepanjang hidupnya lebih banyak berkarya di paroki-paroki “kaya” yang berada di lingkungan elite Jakarta seperti di Kebayoran Baru dan Menteng, namun di balik sosok Romo Rudi Kurris SJ –demikian panggilan akrab romo ini di kalangan para teman-teman Yesuit—tetaplah seorang pastur sederhana namun punya semangat dan jiwa besar untuk melayani sesama.
Tulisan Eko Praptanto bertitel Romo Kurris SJ, Modalnya Senter dan Tongkat sungguh mewakili sosok yang ingin kita kenang ini.
Ketika Romo Alex Dirjasusanto SJ dimutasi ke Baturetno, Wonogiri dan penggantinya adalah Romo Kurris SJ. Rumor kencang yang sempat beredar di kalangan umat lumayan membuat keder semua orang yang mendengarnya: Romo Kurris adalah orang berkepribadian sangar dan galak.
Saking gencarnya rumor itu dan makin derasnya penolakan umat terhadap rencana penempatan Romo Kurris, sejumlah orang mewakili Dewan Paroki datang sowan kepada Uskup agar beliau berkenan membatalkan keputusannnya. Misi “penolakan” ini tak berhasil dan di kemudian hari, hadirnya Romo Kurris yang super lincah, semangat dan gampang bergaul itu justru menjadi rahmat tersendiri bagi gereja “pinggiran” ini.
“Romo Kurris dikenal rajin mengunjungi umatnya. Dengan senter di tangan kiri dan tongkat di tangan kanan ia secara rutin mengunjungi umat di seantero Kampung Sawah setiap malam, menebas semak, menghindar dari ular beludak seruni atau ular kadut yang kerap berkeliaran kala malam hari. Saat kunjungan umat, ia kerap bertegur sapa dengan penduduk setempat,” tulis Eko Praptanto dalam situs resmi Gereja Paroki St. Servatius, Kampung Sawah. (Bersambung)
Sumber: Situs resmi Gereja Paroki St. Servatius, Kampung Sawah, Jatiasih.