HIDUP membiara adalah sebuah panggilan berbeda dengan kontrak atau MoU. Karena itu, Yesus ingin menegaskan bahwa kita hanya bebas melakukan hal yang benar dan betul, ketika Yesus tetap menjadi prioritas utama dalam hidup kita.
Hanya dengan itu, kita bebas melayani Dia, dan sesama dengan bebas, tanpa batas, tanpa rasa takut tanpa cemas. Kebebasan batin yang Yesus berikan kepada kita ini membuat kita kuat sebagai pribadi dan orang terpanggil.
Romo Markus Solo Kewuta SVD menyampaikan pesan rohani itu melalui homili, saat menerima Kaul Kekal empat Suster Indonesia dari Congregazione delle suore di carità del Buon e Perpetuo Soccorso atau Kongregasi Suster-Suster Karitas Bunda Yang Setia dan Penolong Abadi.
Perayaan Ekaristi itu digelar dalam tiga bahasa (Italia, Inggris, dan Indonesia) di Gereja Bunda Maria Penolong Abadi, Roma, Sabtu (1/10/2022) waktu setempat.
Keempat suster tersebut dua di antaranya berasal dari Atambua (Timor), satu dari Kabupaten Ngada (Flores), satu lagi dari Manggarai, Flores, NTT.
Para jubilaris itu adalah Sr. M Margareta Soi, Sr. M Yuliana Hanul, Sr. M Agata Mbewu, dan Sr. M Monika Olo Mali. Semua adalah anggota Kongregasi Suster-suster Karitas Bunda Yang Setia dan Penolong Abadi dengan biaranya berada di Jl. Ranaka, Kumba, Ruteng, Flores, NTT.
Tiga pilar penting
Padre Marco, demikian Romo Markus SVD ini akrab disapa, menguraikan ada tiga pilar dalam kehidupan kita yang membuat kita merasa aman dari dulu hingga sekarang bahkan mungkin untuk selama-lamanya.
“Pertama rumah atau tempat tinggal, kedua orangtua, dan ketiga keluarga dalam konteks bukan hanya dari keluarga inti,” sebutnya.
Menurut Padre Marco, ketegangan terletak pada jawaban Yesus dalam tiga pilar ini. Kata Yesus jika rumah atau tempat tinggal, jika orangtua, jika keluarga lebih penting daripada Aku maka anda tidak bisa mengikuti Aku.
“Apa maksud Yesus dengan perkataan ini. Bukankah dia ingin membebaskan kita semua dan merangkul kita semua tanpa syarat,” ucapnya.
Yesus, tandas Padre Marco, tidak ingin menakuti kita semua. Ia tidak ingin memgundang hanya mereka yang memenuhi keiteria-kriteria tertentu. Dia juga tidak ingin membuat tuntutan berbelit dan yang membebankan. Tetapi Dia mengatakan seperti dalam Injil Matius pasal 11 ayat 30: “Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”
Di balik semua ini, lanjut Padre Marco, Tuhan sebetulnya peduli dengn kepribadian manusia yang kita sebut panggilan. Artinya Dia memangiil dan membimbing semua yang Dia peduli dan Dia cintai ke dalam sebuah alam kehidupan yang bebas, hidup baru bersama-Nya.
“Yesus ingin menjelaskan keterikatan kita dengan berbagai hal yang dilambangkan dengan tiga pilar tersebut. bahwa sejatinya keterikatan kita dengan berbagai hal di dunia ini akan terbukti dengan jelas melalui masalah-masalah yang kita hadapi.
Dengan demikian kita bisa bersaksi dengan pengalaman kita. Ketika masalah demi masalah muncul dalam hidup kita di situ tampak dengan jelas dimana kita berpihak,” jelas Padre Marco.
Ini panggilan, bukan kontrak
Kepada 4 suster asal Indonesia yang mengucapkan kaul kekal, Padre Marco menekankan bahwa hidup membiara adalah sebuah panggilan; berbeda dengan kontrak atau memorandum of understanding.
“Kisah injil yang kita dengar hari ini ditempatkan Lukas persis sebelum Yesus memulai perjalanannya ke Yerusalem untuk memanggul salib-Nya hingga mengorbankan hidup-Nya sendiri di kayu salib mati bagi banyak orang,” tandas Padre Marco.
Di sini, urai Padre Marco, Lukas mau mengatakan bahwa salib adalah bagian tak terpisahkan dari panggilan hidup seorang membiara. Tetapi Yesus setia memanggul salib-Nya seturut kehendak Bapa dan bagi keselamatan umat manusia.
“Inilah yang menjadi kekuatan kita. Kesetiaan dan ketabahan Yesus membuat-Nya merasa bebas luar dalam. Dan kebebasan sejati inilah yang memampukan Dia mencintai tanpa batas,” tutur Padre Marco.
Belajar dari Bunda Maria
Lebih jauh Padre Marco menjelaskan, keempat suster asal Indonesia tersebut mengatakan “ya” untuk bergabung secara penuh dan kekal dengan Congregazione delle suore di carità del Buon e Perpetuo Soccorso dalam kaul-kaul kebiaraan: kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian.
Mereka mengumandangkan sebuah janji dan sumpah melalui sebuah kata singkat tapi penuh makna ”ya” atau dalam versi Bunda Maria: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.”
Menurut Padre Marco, kata “ya” dari Bunda Maria sekaligus kata kunci yang menutup berbagai ruang yang bisa mengganggu gugat Bunda Maria untuk bisa merasa jauh dari Tuhan dan sesama manusia.
Bunda Maria sebaliknya tetap setia dan fokus pada komitmennya terhadap Tuhan dan sesama. Ia memberi segala sesuatu yang dia miliki hingga kekuatan paling akhir, ketika harus berdiri menyaksikan puteranya yang meninggal.
Dan fakta apa yang ada di depan dia adalah kehendak Tuhan. Itu sudah cukup baginya untuk menyanggupi segala tugas dan tanggungjawab.
“Di sini iman dan cinta benar-benar murni dan sempurna dan terungkap melalui pengabdian yang penuh, Tuhan datang untuk mengubah. Dan Dia mengubah menyanggupkan manusia dengan sempurna secara intgral secara penuh luar dan dalam, sebagaimana Dia juga mencintai orang secara penuh secara sangat pribadi,” ucapnya.
Menutup kotbahnya kepada suster yang mengatakan kaul hari itu, Padre Marco mengatakan bahwa keluarga, Kongregasi, dan semua yang hadir mendukung penuh para suster yang menutuskan untuk hidup bakti secara kekal dan penuh.
“Semua berdoa bersamamu. Semoga Tuhan yang adalah awal dan akhir pangglan hidupmu, alfa dan omega, dahulu dan sekarang dan selama-lamanya.
Yang telah memanggilmu dengan namamu masing-masing sejak dalam kandungan ibu seperti dikisahkan dalam bacaan pertama yang datang dari tempat yang jauh, datang ke tempat yang luas.
Semoga Dia menyambutnya dalam ikrar dan janjimu pada hari ini merangkulmu erat-erat dan menyertaimu selalu kapan dan kemana saja kalian berempat diutus demi kemuliaan Tuhan dan demi kesejahteraan umat manusia yang kalian layani,” pungkas Padre Marco Solo Kewuta SVD.