MENGAPA gerangan Romo N. Drijarkara SJ cenderung berorientasi pada pemikiran dan memikirkan akan masa depan? Beliau berfilsafat tentang ‘masa depan’, sekalipun dari tulisan-tulisannya, beliau sering bercermin dari kekayaan budaya masa lampau lewat penggunaan bahasa Jawa kuno yang dikutipnya.
Melongok kepada konteks geografis masa kecil Drijarkara SJ dan warga desa setempat pada umumnya, hingga hari ini pun merasa tak ada tempat bagi masa lampau maupun masa depan di sana. Masa lampau yang dirasakan tak lebih dari sebuah kepedihan, kemiskinan, keputusasaan dan kesuraman. Orang-orang di desanya menggantungkan hidupnya dari kebaikan alam dan kemurahan Tuhan semata.
Masa depan hanya ada di tempat lain dan hampir tak mungkin ada di desa itu.
Dari pengalaman itu barangkali, Romo N. Drijarkara SJ menggambarkan masa depan tak terlampau terikat pada lokalitas, melainkan pada pemikiran, kebudayaan dan pendidikan. Hanya dengan olah budi, olah rasa dan mendidik diri, seseorang mampu mengatasi kesuraman yang melekat pada lokalitasnya. Dengan kebudayaan dan pendidikan seseorang boleh berpengharapan untuk lebih, setidaknya tak sesuram masa lampaunya.
Romo N. Drijarkara SJ menempatkan masa lampau dan masa kecilnya sebagai cermin dan ukuran kebenaran pemikirannya. Sebagaimana beliau masih menyebut istilah dan nama-nama khas ndeso pada Warung Pojok-nya.
45 tahun silam, Romo N. Drijarkara SJ telah menghadap Tuhan. Tetapi nama dan pemikirannya tak pernah sepi dan selalu masih relevan diperbincangkan sampai hari ini. Beliau meninggal pada usia relatif sangat muda yang menurut Romo F. Danuwinata SJ: baru berumur 53 tahun 8 bulan. Pada masa itu, Romo N. Drijarkara bahkan tak sempat menulis dan menerbitkan pikiran-pikirannya.
Kebesaran nama dan karyanya terletak pada kesahajaannya, kejernihan pemikirannya berangkat dari keotentikan hidupnya. Menjadi Yesuit berangkat dari rasa sepi tanah leluhurnya dan menawarkan kesejukan bagi hiruk pikuk bangsanya.
Tulisan ini sekedar turut merayakan namanya, agar tak sesepi seperti di kampung halamannya. Ini juga saya tulis untuk merayakan hari pesta sosok yang diikuti Drijarkara SJ yakni St. Ignatius Loyola.
Bekasi, 31 Juli 2012
Pada hari pesta St. Ignatius Loyola
M. Sumartono
(Selesai)
Artikel terkait:
- Romo N Drijarkara SJ: Antara Ke-Yesuitan dan Ke-intelektualan-nya (8)
- Romo “Djenthu” Drijarkara SJ dari Omongan Kiri-Kanan di Kedunggubah (1)
- Soehirman alias Djentu, Nama Panggilan Alm. Romo Prof. N. Drijarkara SJ Semasa Kecil (1)