BERIKUT ini, kami sampaikan isi surat Romo Seip van Baars MSC (87 tahun) yang kini menetap tinggal di Houston, Texas, Amerika Serikat, yang kami terima beberapa waktu lalu.
“Dear Joko, luar biasa kiriman cerita tentang desa dan sosok profil Romo N. Drijarkara. Harap diketahui saja, Romo N. Drijarkara SJ itu sudah sudah lama menjadi semacam idola saya. Memamg sudah sejak lama pula saya tahu, Romo Drijarkara itu lahir dan besar –jadi berasal– dari Purworejo,” tulis Romo Seip van Baars MSC.
“Sejak awal, saya pun bertanya-tanya pada diriku sendiri mengapa ya dia bukan menjadi MSC, karena Tarekat sudah sejak tahun 1927 sudah memegang paroki di Purworejo. Tetapi belum tentu ia juga kalau seandainya Romo Drijarkara kesampaian menjadi seorang MSC, dia berhasil menjadi orang besar seperti yang Joko tulis,” gugatnya.
“Seperti Joko tulis, mungkinkah karena faktor pendidikan di Kolese Xaverius di Muntilan dan kemudian di Jogya dan lalu menjadi Yesuit hingga akhirnya menjadi orang besar? Kapan dan dimana Romo Drijarkara akhirnya dipermandikan? Apakah bisa dilakukan cek di Buku Permandian di Paroki Purworejo?,” tulis Romo Baars MSC.
Ketemu di Kolese Kanisius
Lebih lanjut, Romo Seip van Baars MSC lalu berkisah tentang masa lalu. Demikian isi ceritanya:
“Waktu saya di Jakarta sejak mula-mula 1964, saya suka mampir di Kolese Kanisius di Menteng, Jakarta Pusat, untuk bertukar fikiran dengan beberapa Jesuit yang ada disitu. Mereka antara lain alm. Romo C. Jeuken SJ dan juga alm. Romo N. Drijarkara SJ,” tulisnya.
“Romo N. Drijarkara bertempat-tinggal di sebuah kamar sederhana di Kanisius dimana orang gampang dapat masuk, karena kamar itu mempunyai akses pintu keluar di jalan samping. Saya bisa ngobrol cukup lama sampai berjam-jam di refter Kolese Kanisius hingga kemudian diajak makan bersama mereka,” sambung Romo Baars MSC.
“Kami banyak ngobrol untuk dapat mengetahui apa yang terjadi di dunia ‘Indonesia’. Waktu itu suasana masih hangat sampai meletus G30S dengan aksi mahasiswa, dan masih banyak lainnya. Pada hemat saya, Romo N. Drijarkara adalah seorang sangat sederhana, ramah, dan luar biasa terang tanpa banyak kata,” tulisnya lagi.
“Romo Drijarkara juga suka bertanya kepada saya tentang daerah-daerah yang saya kunjungi . Ia mendukung mahasiswa yang berdemonstrasi di Jakarta. Sayang sekali, beberapa tahu kemudian, saya mendengar beliau sakit dan meninggal di Girisonta dalam umur yang relatif sangat muda menurut ukuran manusia,” kenang Romo Seip van Baars MSC.
Pada akhir cerita, Romo van Baars MSC menulis lagi” “Saya senang membaca latar belakang riwayatnya. Thank you, Joko.” (Bersambung)
Artikel terkait:
- Darah Ningrat Mengalir di Raga Prof. N. Drijarkara SJ dengan Sebutan Raden (5)
- Romo “Djenthu” Drijarkara SJ dari Omongan Kiri-Kanan di Kedunggubah (1)
- Soehirman alias Djentu, Nama Panggilan Alm. Romo Prof. N. Drijarkara SJ Semasa Kecil (1)
-
Romo N. Drijarkara SJ Berfilsafat tentang Masa Depan (9)