SOSOK Romo Johanes Oki, Pr. Berjiwa humoris. Suka bergaul. Mudah berkomunikasi. Pembawaannya yang ceria mengundang detak kagum sejuta tatapan mata. Ternyata di balik keramahannya tersimpan talenta mengagumkan. Ia suka bersawah.
Di musim hujan tak pernah berdiam diri di pastoran. Bersepatu lumpur. Berpakaian apa adanya. Namun senyumnya selalu mencerahkan alam di kala mendung. “Bersawah menjadi hobi. Jika musim hujan tiba, tempat saya di sawah. Bermain lumpur untuk menanam padi hehe..,” katanya.
Kehadiran seorang imam Tuhan langsung di sawah rasanya beda. Berkesan sudah tentu. Ini bukanlah cerita biasa untuk dikisahkan. Percikan lumpur jadi sahabat karib. Guyuran hujan tak lagi asing membasahi tubuh. Dingin menusuk tak tertahankan. Wajah lembab tanpa kompromi. Ini lumrah bagi petani. Tapi bukan semata bersawah. Ada pembelaran bagi umat.
Ekonomi rumah tangga harus dibangun dengan lebih baik. Tanpa kerja keras segala mimpi jadi sia-sia. “Saya imam bukan petani. Mimpi saya agar umat di tempat saya layani sekarang, harus mandiri secara ekonomi. Tidak lagi mengeluh karena beras tidak ada dan seterusnya. Saya tidak mau berkotbah saja. Tapi mau membawa mimbar ke sawah. Pewartaan langsung mendarat di tengah umat,” ungkapnya tenang.
Tugas pastoral yang ia jalani tak pernah mendapat hambatan. Semua dijalankan sesuai program. Baginya kerja di sawah tidak menjadi alasan untuk membatal kegiatan lain. Tugas pastoral berjalan tuntas. Umat menjadi sentral dalam berpastoral. Pelayanannya di Paroki Lurasik, Keuskupan Atambua walau sudah belasan tahun, sungguh mendatangkan berkat bagi umat.
Ia berkata sambil berbuat. Berbuat dalam terang Sang Sabda. “Kerja menjadi bagian pastoral. Tidak bisa dijadikan lahan untuk mengejar profit. Ini bukan target. Kita memberi contoh. Imanmu harus disertai dengan perbuatanmu,” sentil Romo John, jebolan Seminari Tinggi Santo Mikhael, Penfui-Kupang ini.