“SUSTER Theresia van Miert sangat tergerak hatinya oleh kebutuhan zamannya. Sambil mendalami Injil dan kehidupan Fransiskus Asissi, ia menemukan jalan untuk meringankan penderitaan yang ditanggung oleh orang-orang di sekitarnya: tidak ada pendidikan Katolik, tidak ada perawatan orang sakit dan jompo, banyak tuna karya dan gelandangan.” Konstitusi SFIC: Dasar Spiritual, alinea 1-10
Semangat dan kharisma Ibu Pendiri Kongregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC) –Suster Theresia van Miert– sampai saat ini masih menjadi pelecut semangat pelayanan kasih para suster khususnya bagi orang sakit.
Mari sejenak kita kilas balik. Kita menilik karya awal misi Kongregasi Suster Misionaris Veghel-Belanda SFIC generasi pertama. Mereka datang menginjakkan kakinya di Borneo–tepatnya di Singkawang, Kalimantan Barat.
Mereka datang dalam upaya membawa Kabar Gembira melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kedatangan para suster misionaris asal Negeri Kincir Angin itu terjadi 112 tahun yang lalu (1906). Mereka datang untuk misi mulai yakni mengajar putera-puteri masyarakat lokal, merawat orang sakit, orang kusta, menampung anak yatim-piatu dan terlantar.
Karya kasih merawat orang sakit itu merupakan misi warisan para pendahulu SFIC di Indonesia. Karya itu telah menorehkan sejarah luhur di Bumi Khatulistiwa. Kini, para suster SFIC generasi penerus ingin tetap bertekad supaya karya kasih merawat orang sakit ini tetap bisa diteruskan, dihidupi dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat zaman ini.
Tiga tahap pembangunan
Mengikuti masterplan aksi pengembangan RS St. Vincentius Singkawang, maka Kongregasi Suster SFIC melalui Yayasan Karya Kesehatan RS St. Vincentius melihat adanya kebutuhan masyarakat akan dimensi pelayanan bidang kesehatan yang hari demi hari semakin meningkat dan bervariasi.
Untuk menjawab kebutuhan zaman tersebut maka dibangunlah gedung baru dengan tiga tahap berikut:
- Tahap 1: Pembangunan gedung sentra medis 4 lantai dengan total luas 5.506 m2. Lantai 1 digunakan untuk ruang hemodialise (HD), ICU, perluasan lab, USG dan Medical Check Up (MCU). Sedangkan lantai 2, 3 dan 4 digunakan untuk ruang perawatan pasien kelas 1 dan VIP.
- Tahap 2: Pembangunan gedung bedah dan kebidanan 4 lantai dengan total luas 4.244 m2. Lantai 1 digunakan untuk kamar operasi dan VK (ruang bersalin), sedangkan lantai 2, 3 dan 4 digunakan untuk ruang rawat inap pasien.
- Tahap 3: Pembangunan poliklinik spesialis 4 lantai dengan total luas 4. 204 m2. Lantai 1 digunakan untuk poliklinik spesialis, sedangkan lantai 2, 3 dan 4 digunakan untuk ruang rawat inap pasien.
Dengan pengembangan bangunan ini, maka terjadi peningkatan fasilitas/gedung pelayanan RS St. Vincentius sebagai berikut:
- ICU dari dari 4 tempat tidur menjadi 20.
- Hemodialise (HD) dari 6 alat/mesin cuci darah menjadi 20 mesin.
- Kamar Operasi (OK) dari 2 menjadi 4 buah kamar OK.
- Kamar bersalin (VK) 2 kamar dan NICU 5 beds
- Gedung poliklinik spesialis dari 6 menjadi 16 kamar.
- Kamar VIP dari 13 menjadi 54 kamar VIP.
- Kamar kelas 1 dari 30 menjadi 104 tempat tidur.
- Kamar kelas 2 dan 3 dari 42 menjadi 144 tidur.
Pembangunan gedung RS St. Vincentius asuhan para suster SFIC ini, dipercayakan kepada PT Sapta Adi Perkasa. Bersama timnya, manajer PT Sapta Adi Perkasa Andreas sudah menyelesaikan pembangunan rumah sakit tahap pertama.
Sebagai ungkapan rasa syukur atas penyelesaian pembangunan tahap pertama ini, keluarga besar rumah sakit mengadakan upacara pemberkatan seluruh ruangan gedung baru beserta fasilitasnya dan pemberkatan salib-salib, supaya segera difungsikan, Rabu tanggal 18 April 2018.
Seremonial pemberkatan ini dipimpin oleh Romo Stephanus Gatot OFMCap, sehari-hari pastor Paroki St. Fransisikus Assisi Singkawang.
Hadir untuk menyaksikan pemberkatan gedung baru rumah sakit ini adalah Direktur RS St. Vincentius dr. Nurtanti Indriyani, MPH, segenap direksi, karyawan, tim PT Sapta Adi Perkasa, pengurus yayasan kesehatan dan para suster SFIC yang berkarya di rumah sakit.
Dalam homilinya, imam Ordo Kapusin kelahiran Muntilan di Jawa Tengah ini mengatakan bahwa setiap bentuk pelayanan, khususnya pelayanan kepada orang sakit harus dilandasi dengan kasih Kristus. Karena melalui orang-orang sakit, Kristus hadir (bdk. Matius 25:31-46).
“Anda yang bekerja di rumah sakit sungguh beruntung, karena untuk menemukan Tuhan tidak perlu jauh-jauh. Ia hadir, Ia datang sendiri melalui saudara/saudari kita yang sakit. Untuk mampu menghayati kehadiran Tuhan tersebut, maka diperlukan iman agar bisa melayani mereka dengan penuh kasih,” ungkapnya.
Gedung megah, katanya lagi, bukanlah jaminan untuk suksesnya sebuah pelayanan, tetapi pelayanan yang dilandasi dengan kasih itulah kunci utama yang perlu dihidupi sehingga visi dan misi pelayanan bisa terwujud.
“Ini sesuai dengan motto pelayanan rumah sakit ini yakni ‘Dengan kasih, aku melayani”’(bdk. 1 Korintus 13:1-13). Maka , tugas anda sekalian adalah mengisi gedung ini dengan pelayanan kasih, agar setiap gerakan, tindakan, tutur kata dan sentuhan anda sungguh-sungguh memancarkan kasih Kristus,” ajak imam alumnus Seminari Menengah Mertoyudan ini mengakhiri homilinya.