RATUSAN cupai warna-warni dalam berbagai ukuran memenuhi altar Gereja Stasi Santo Mikael, Desa Pakak, Paroki Tuguk, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, Selasa di bulan Juni (28/6/16) lalu.
Cupai merupakan sebutan lokal untuk keranjang-keranjang anyaman, yang dijalin dan dirangkai oleh penduduk desa menggunakan bahan-bahan yang diambil dari alam dengan sentuhan kreativitas, sehingga menghasilkan bentuk yang indah.
Umat datang pagi itu dengan membawa berbagai benih padi dan ketan, yang disimpan di dalam cupai dan ditata di depan mimbar. Umat juga membawa alat untuk bekerja di ladang, seperti parang.
Lagu meriah mengiringi ibadat syukur hari pembukaan gawai desa Orang Dayak Desa Sesat sekaligus pemberkatan benih dan alat kerja. Ya, inilah saatnya masa perladangan dimulai, dan Gereja diminta memberkati benih-benih dan alat-alat kerja petani di desa itu.
Pesta gawai
Gawai atau suatu upacara adat, umumnya digelar dalam beberapa bentuk. Kali ini, gawai dimaksudkan sebagai permulaan masa perladangan, dengan memohon berkat Tuhan bagi benih dan alat-alat perladangan, berharap hasil melimpah pada musim panen mendatang.
Di gereja kecil itu, anak-anak puteri mengenakan busana adat dengan beragam aksesoris. Suara gemerincing dari aksesoris itu turut memeriahkan suasana. Terasa begitu kental inkulturasi antara budaya dan keagamaan, bagai keping mata uang.
“Kami sangat senang Frater datai kituk mau memberkat benih kami. Disini kan kami semua urang Katulik. Rasanya kami buma betaun damping bah ngau Yesus,” kata Anyu, pemimpin umat setempat dalam dialek lokal. (Kami senang Frater datang mau memberkati benih padi kami. Kami semua, seluruh desa, orang katolik. Rasanya dalam berladang kami semakin dekat dengan Yesus).
Frater Iko Pr di harapan sekitar 500-an umat yang memenuhi gedung gereja di desa itu, mengatakan, dalam gawai kita merayakan kekeluargaan. Dia berpesan agar pada saat gawai, warga masyarakat bermaaf-maafan.
“Meski kitai taat beragama, ada satu titik kita punya niat buruk. Hapuslah hal-hal itu pada saat kita pesta,” tambah Fr. Iko.
Gawai juga menjadi pesta syukur. Sebab, kita harus bersyukur Tuhan menyediakan tanah yang baik di Bukit Bang, air melimpah di Sungai Genik.
“Kerajaan surga juga seperti orang gawai,” kata Fr. Iko.
Ia juga mengingatkan, dengan berladang kita mendapatkan padi pului (padi ketan), dengan beriman kita beroleh keselamatan. Petani dan nelayan menempati posisi khusus dalam pewartaan Yesus, seperti tertulis dalam kitab suci.