Puncta 10 Juni 2024
Senin Biasa X
Matius 5:1-12
DALAM falsafah kepemimpinan Jawa diajarkan delapan laku yang harus dimiliki seorang pemimpin. Delapan karakter itu disebut Hasta Brata.
Istilah itu berasal dari Bahasa Sansekerta. Hasta berarti delapan. Brata berarti laku, tindakan atau sifat karakter.
Delapan karakter itu diambil dari sifat-sifat alam semesta: matahari, bulan, bumi, bintang, samudera, angkasa, api dan angin.
Misalnya, sifat matahari memberi cahaya kehidupan kepada segala makhluk dan memberi terang kepada semua insan. Pemimpin yang baik mampu mengembangkan kehidupan bagi siapa pun dan menjadi cahaya terang bagi lingkungan sekitarnya.
Demikian seterusnya masing-masing unsur alam semesta ini memiliki karakter dan sifatnya yang dapat ditiru oleh para pemimpin masyarakat.
Yesus mengajarkan juga jalan kebahagiaan. Ia memberi wejangan kepada mereka untuk bisa hidup bahagia. Wejangan hidup itu disebut Delapan Sabda Bahagia.
Delapan sikap hidup yang diajarkan Yesus itu akan menuntun kita kepada hidup damai karena bagi merekalah yang empunya Kerajaan Allah.
Yang disebut berbahagia oleh Yesus adalah mereka yang berani bersikap miskin, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang murah hati, yang suci hatinya, yang membawa damai, dan mereka yang dianiaya karena kebenaran.
Yesus tidak mengajarkan orang untuk mengejar kekuasaan atau harta duniawi, tetapi Ia mengajarkan bagaimana orang mengalami kebahagiaan hidup yang kekal.
Agar harta dunia tidak mengikat kita, Yesus menawarkan cara hidup miskin di hadapan Allah. Supaya kita tidak terlena oleh kesenangan yang bisa membuat lupa diri, dukacita atau prihatin diajarkan pada kita.
Godaan dunia yang suka mengejar kuasa dan kekerasan, dilawan dengan semangat lemah lembut. Ambisi orang yang senang menghalalkan segala cara, harus dihadang dengan semangat lapar dan haus akan kebenaran. Orang diajak untuk lebih mengutamakan kebenaran.
Keserakahan dunia yang membawa kehancuran disikapi dengan semangat murah hati. Nafsu manusia yang mengarahkan pada dosa, mesti dibentengi dengan hati yang suci.
Permusuhan dan kebencian di antara manusia harus dihadapi dengan semangat suka membawa damai. Kita diajak menjadi alat damai dan kerukunan pada sesama.
Lebih mulia orang yang teraniaya karena kebenaran daripada hidup bergelimang dosa dan keserakahan. Jalan kebahagiaan itu memang harus diusahakan dengan penuh perjuangan seperti para pahlawan. Mereka memperjuangkan kemerdekaan dengan berkorban jiwa raga.
Tidak ada yang lebih membahagiakan hidup, selain kita bisa berguna bagi kebahagiaan sesama kita.
Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian.
Berani bersakit lebih dahulu,
Kita akan bahagia di hari kemudian.
Cawas, berbahagialah orang yang rela berkorban
Rm. A. Joko Purwanto Pr