Marselinus dan Petrus
warna liturgi Hijau
Bacaan
2Tim. 2:8-15; Mzm. 25:4bc-5ab,8-9,10,14; Mrk. 12:28b-34. BcO Gal. 4:8-5:1a.
Bacaan Injil: Mrk. 12:28b-34.
28 Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?” 29 Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. 30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. 31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” 32 Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. 33 Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” 34 Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.
Renungan:
BEBERAPA kali bacaan ini kita dengarkan. Namun saat membaca kembali bacaan ini, aku terpaku pada petikan kata-kata ini, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, …. dengan segenap kekuatanmu” (Mrk 12:30).
Petikan kalimat tersebut menghantarku pada pengalaman-pengalaman kala lagi lelah. Kadang-kadang terasa tidak mempunyai kekuatan lagi untuk melanjutkan perjuangan hidup, apalagi mesti mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan. Maka bagaimana mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan kala situasi lelah menerpa?
Suatu kali seorang ibu mulai mengimani Yesus Kristus. Ia merasa tenteram kala mengikuti ekaristi. Ia ingin sekali mencecap sakramen tersebut setiap hari. Maka ia mengambil pilihan meninggalkan rumahnya lalu mengontrak satu kamar di dekat gereja. Dengan begitu ia bisa menerima sakramen mahakudus setiap hari.
Rasaku kisah ibu tersebut menjadi salah satu gambaran mengasihi Allah dengan segenap kekuatannya. Ketika sungguh mengasihiNya maka tak ada yang bisa membuatnya lelah untuk selalu bertemu denganNya. Maka kalau kita lelah mungkin karena kita belum mengasihiNya dengan segenap kekuatan.
Kontemplasi:
Duduklah dengan tenang. Timbalah kasih dengan segenap kekuatan kepada Allah.
Refleksi:
Bagaimana wujud mengasihi Allah dengan segenap kekuatan?
Doa:
Bapa, aku ingin mengasihiMu dengan segenap kekuatanku. Aku percaya Engkau selalu menambah kekuatanku kala aku mengasihiMu. Amin.
Perutusan:
Aku akan mengasihi Allah dengan segenap kekuatanku. -nasp-
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)