Renungan Harian
Jumat, 1 Juli 2022
Bacaan I: Am. 8: 4-6. 9-12
Injil: Mat. 9: 9-13
BEBERAPA waktu yang lalu, saya menerima tamu pasangan suami isteri yang sedang bermasalah.
Isteri merasa jengkel dengan suami yang hampir setiap malam pergi kumpul bersama dengan teman-teman bermain bilyar. Isteri merasa bahwa apa yang dilakukan oleh suaminya adalah sesuatu yang tidak sehat. Karena menurutnya, teman-temannya ini bukanlah orang yang baik.
Mereka adalah orang-orang yang suka minum minuman keras, suka berjudi dan tidak jarang main perempuan. Sementara suami merasa tidak bersalah, berkumpul dengan teman-temannya karena ini sekedar hiburan dan refreshing.
Dalam pembicaraan itu, saya bertanya kepada suami apakah benar dugaan isteri yang seperti itu. Bapak itu mengatakan bahwa apa yang dikatakan isterinya itu benar. Dia hampir setiap malam kumpul dengan teman-temannya bermain bilyar dan benar bahwa teman-temannya adalah orang-orang seperti yang digambarkan oleh isterinya.
Hal yang mengejutkan saya adalah suami itu membenarkan diri dengan mengatakan bahwa dia berkumpul dengan teman-temannya yang seperti itu seperti Tuhan Yesus yang selalu bergaul dengan orang berdosa.
Ia merasa bahwa apa yang dilakukan itu seperti apa yang Tuhan lakukan sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci.
Saya bertanya:
“Apakah Yesus bergaul dengan dengan mereka yang disebut pendosa itu Yesus ikut berbuat doa atau melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang itu?
Apakah bapak bergaul dengan teman-teman itu bapak tidak ikut berjudi dan minum minuman keras dan tidak pernah pulang dalam keadaan mabuk?”
Bapak itu menjawab bahwa dia kumpul dengan teman-teman ikut berjudi dan minum bahkan sering mabuk. Ia melakukan itu supaya tetap menjadi bagian dari teman-temannya.
Oleh karena itu, saya menjelaskan bahwa alasan bapak itu kumpul dengan orang-orang yang disebut pendosa hanyalah untuk pembenaran diri dan jauh dari apa yang dilakukan Yesus sebagaimana diceritakan dalam Kitab Suci.
Setelah melalui pembicaraan yang amat panjang dengan berbagai “perdebatan” akhirnya bapak itu bisa sadar mengerti bahwa apa yang telah dilakukan adalah yang tidak baik dan apa yang selama ini dia pikirkan sebagai pembenaran diri adalah sesuatu yang salah.
Kesadaran bapak itu meski melalui pembicaraan yang panjang dan berliku. Karena pembenaran diri yang diyakini begitu kuat sehingga sulit untuk mengerti bahwa itu salah.
Dengan kesadaran itu menjadikan bapak itu berniat dan berjanji untuk tidak lagi ikut kumpul dengan teman-temannya yang membawa pengaruh buruk pada dirinya.
Kesadaran akan dirinya bersalah dan menempuh jalan yang keliru menjadi pangkal perubahan hidupnya.
Benarlah apa yang disabdakan Yesus dalam sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.”