Sahabat Sejati, Merangkul Bukan Memukul

0
856 views
Ilustrasi - Membantu sesama. (ist)

Kamis, 7 Oktober 2021

  • Mal.3:13-4:2a.
  • Mzm.1:1-6.
  • Luk.11:5-13

SAHABAT yang sejati itu selalu hadir, ketika kita sedang dalam kesusahan atau kesulitan.

Namun ada sahabat yang hadir hanya ketika kita sedang dalam kegembiraan dan kemudian absen, ketika kita dalam kesusahan.

Sahabat yang sejati mau direpoti. Bahkan bersedia meninggalkan kenyamanan dan kesenangan sendiri demi sahabatnya yang sedang dalam kesulitan.

“Saya sungguh bersyukur bahwa ketika saya terpuruk, ada teman yang mau menangis dan bersedih bersamaku,” kata seorang teman.

“Pada saat itu, saya ditinggalkan oleh teman-temanku yang sebelumnya saya anggap sebagai saudara sendiri,” lanjutnya.

“Namun ketika saya jatuh dan terpuruk, mereka bukannya mengulurkan tangan, malah mencibir dan menyisihkanku dari kehidupan bersama,” ujarnya.

“Saat seperti itulah, kesejatian persabahatan itu teruji. Ada teman-temanku yang rela pasang badan untukku, dari cercaan orang-orang yang merasa lebih benar dariku,” katanya.

“Sedangkan kepadaku mereka menunjukkan kelapangan hati, meski mungkin ada rasa kecewa,” lanjutnya.

“Sahabat sejati itu mendorong saya untuk bertekun dan tidak menyerah,” ujarnya.

“Jika tidak bisa membantu menyelesaikan masalah, minimal tidak menambahi beban hati dan pikiran serta perasaan dengan penghakiman sepihak,” ujarnya lagi.

“Seorang sahabat sejati itu tidak perlu diminta namun terpanggil untuk memberikan diri bagi sahabatnya yang sedang terpuruk dalam kesulitan,” katanya.

Hari ini dalam bacaan Injil kita dengar demikian,

“Jika seorang di antara kamu mempunyai seorang sahabat dan pada tengah malam pergi kepadanya dan berkata kepadanya: Sahabat, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepadamu.”

Jika seorang sahabat saja mau menolong kita karena kepentingannya sendiri, terlebih lagi Bapa kita yang murah hati.

Oleh karena itu, kita dapat meminta dengan yakin, karena kita tahu Allah lebih besar daripada manusia yang penuh cela.

Allah mengasihi kita begitu dalam dan menginginkan yang terbaik bagi kita.

Yang terbaik itu ditentukan oleh Allah bagi kita bukan kita yang menentukan.

Untuk itu, ketika datang kepada Allah dalam doa, kita boleh yakin jawaban Allah selalu dapat dipercaya. Karena Dia adalah sahabat yang paling sejati dalam hidup kita.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bisa menjadi seorang sahabat sejati?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here