Salib, Jembatan Kasih kepada Allah dan Sesama

0
47 views
Ilustrasi: Salib di sebuah lokasi di Assisi, Italia. (Romo Fictorium N. Ginting OFMConv)

Minggu, 3 November 2024

Ul. 6:2-6.
Mzm. 18:2-3a,3bc-4,47,51ab; Ibr. 7:23-28.
Mrk. 12:28b-34.

SEBAGAI manusia, kita sering merasa sulit untuk mengasihi dengan tulus, apalagi terhadap orang yang mungkin telah melukai kita atau yang berbeda pandangan dan sikap.

Kerap kali muncul rasa sakit hati, kecewa, atau bahkan kebencian yang menghalangi kita untuk menunjukkan kasih yang sejati.

Namun, di sinilah tantangan bagi kita sebagai pengikut Kristus: untuk belajar setia mengasihi, walau kadang tidak dipahami, tidak dihargai, atau bahkan dibalas dengan hal yang kurang baik.

Seperti kayu salib yang berdiri kokoh karena kedua kayunya yang saling menopang, iman kita pun hanya akan kuat jika dilandasi oleh kasih yang sempurna kepada Allah dan sesama.

“Aku sulit sekali memaafkan orang yang menabrak anakku hingga tewas,” kata seoang ibu.

“Selama ini saya melayani di Gereja dengan tulus tetapi mengapa Tuhan membiarkan peristiwa naas itu menimpa anakku.

Jujur saya akui bahwa saat ini saya mulai meragukan kasih Allah. Saya bertanya-tanya mengapa Allah mengizinkan hal itu terjadi, padahal saya selalu berdoa dan menjaga iman.

Rasanya saya tidak mampu lagi mengasihi Allah dalam keadaan ini. Semuanya menjadi begitu berat bagiku.

Rasa kehilangan dan kekecewaan membuatku merasa Allah tidak mendengarkan atau memahami penderitaanku.

Aku belum mampu memaafkan orang itu dan menerima kenyataan bahwa Allah seakan absen dan hidupku dan hidup anakku,” ujarnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Kasihilah Tuhan, Allahmu , dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.

Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”

Hukum Kasih itu disimbolkan dengan kayu salib Kristus. Kayu yang vertikal melambangkan relasi kita dengan Allah, sedangkan kayu yang horizontal melambangkan relasi kita dengan sesama.

Dalam menghayati Hukum Kasih itu, kita sebagai murid-murid Yesus diharapkan untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama.

Kita diundang untuk mengasihi orang lain seperti mengasihi diri kita sendiri, termasuk mengasihi musuh kita, mengasihi orang yang menyakiti kita, mengasihi orang yang menfitnah kita, maupun mengasihi orang yang telah mengkhianati kita.

Tidak mudah memang. Tapi mari kita terus mengusahakannya dari hari ke hari dengan bantuan rahmat Tuhan dan karunia Roh Kudus. Sulit bukan berarti tidak mungkin.

Bagaimana dengan.diriku?

Apakah aku mewujudkan kasih kepada Allah dengan mengasihi sesama?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here