Saling Percaya, Kiat Keluarga Bahagia

1
654 views
Ilustrasi - Kehidupan keluarga. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Rabu, 10 November 2021.

Tema: Sukacita batin.

  • Keb. 6: 1-11.
  • Luk. 17: 11-19.

Sukacita batin lebih pada sekedar kegembiraan. Yang satu adalah keyakinan mendalam dari sebuah kesadaran. Dan yang lain adalah kesan, rasa-perasaan yang gampang berubah. 

Sukacita batin tidak mengenal musim perasaan. Sementara kegembiraan terkait oleh perasaan yang muncul lewat peristiwa hidup saat itu.

Sukacita batin merupakan kekuatan dan kehidupan jiwa yang berani belajar percaya dan berserah. Ia mewarnai kehidupan dengan keyakinan teguh dan pengharapan yang tak tergoyahkan.

Ada sebuah keyakinan pasti dan diandalkan. Ada sebuah kesadaran mendalam bahwa perjalanan manusia menuju kehidupan abadi.

Keyakinan pasti dan abadi.

Kegembiraan kadang terkait dengan rasa-perasaan apa yang dialami: kegembiraan atau kesedihan. Juga akan apa yang dipikirkan: berkat atau kutuk. Bahkan juga apa yang akan terjadi di masa depan, pengharapan atau kesuraman. Kegembiraan seiring sejalan dengan perasaan.

Sangat situasional.

Dengan bersahaja dan penuh senyum, ia datang menghampiriku. “Romo, kalau sengang berkenanlah main ke rumah. Sekalian makan siang bersama,” ajaknya.

Setiap pagi, mereka berekaristi. Bila tidak, pasti ada sesuatu. Misalnya kurang enak badan.

“Baiklah Bapak dan ibu,” jawabku.

Si bapak sudah berumur 71 tahun dan ibu 70 tahun. Mereka tampak sehat dan kuat.

“Silahkan masuk Romo. Jangan sungkan. inilah rumah kami. Hasil kerja keras dan tabungan kami selama ini,” kata mereka menyambutku.

“Anak-anak di mana?”

“Pada di luar kota Romo. Kami baru saja merayakan pesta ulang tahun perkawinan yang ke 46.

Kami punya satu anak laki-laki dan dua perempuan. Mereka sudah berkeluarga. Kami mempunyai sembilan cucu dan akan lahir seorang cicit yang pertama.

Kami minta kepada anak-anak: Berilah bapak ibumu anak-cucu yang banyak. Kami ingin melihat keturunan kami. Itulah sukacita kami,” kata mereka bahagia.

Yang menarik ada foto kedua orangtua dan mertua. Dipasang bersebelahan. Hanya dipisahkan dengan gambar Bunda Maria.

“Ini foto orangtua dan mertua saya. Kebetulan mereka masih satu ikatan saudara, kendati jauh. Maka saya dengan istrei saya masih ada ikatan tapi jauh itu. Ini yang membuat kami hidup dengan tenang, damai dan rukun.

Terlebih isteri, Mo. Ia tidak pernah mencampuri urusan pekerjaan. Ia percaya saja. Ia merawat anak-anak dengan gembira.

Ia pun menyesuaikan kebutuhan rumah dengan gaji saya. Ia mengatur semuanya dengan baik,” bapak berkisah.

Sebuah pujian. Sang isteri tersenyum.

“Berkat Tuhan, Romo, kami tidak kekurangan dan anak-anak sehat,” sela ibu.

“Ini yang pertama laki-laki. Ia bekerja di Jakarta. Pulang setahun sekali, kecuali kalau ada apa-apa dengan kami. Ia selalu pulang dengan isterinya. Kadang anak ikut. Ekonominya cukup dan tidak merepotkan.

Yang ini anak kedua. Perempuan. Dokter. Tinggal di Surabaya. Hidupnya mapan. Suaminya juga dokter. Anaknya juga ada yang kuliah di kedokteran.

Ia yang sering menelepon. Ia sering mengirim sesuatu untuk kebutuhan kami. Kalau ada pertemuan lingkungan, semua makanan yang ada kami bagikan kepada yang datang.

Anak-anak senang datang berkumpul. Mungkin karena ada banyak makanan kecil. Tapi biarlah. Namanya juga anak-anak. Menyenangkan.

Dan ini, anak yang ketiga. Perempuan. Tinggal di jakarta. Manja, tapi cuwek. Kalau ia kangen langsung pulang, tanpa memberitahu. Suaminya sabar. Bekerja swasta. Ekonominya juga tidak kekurangan,” sambungnya.

“Mari Mo, kita minum teh di teras belakang.”

Sebuah taman yang cukup besar, rapi dan tertata. Aneka pohoh ditanam: pohon mangga, srikaya, jambu bol, manggis, dan belimbing. Juga beberapa tanaman hias, pandan, jahe, sereh merah, lengkuas.

Terkesan dirawat dengan baik.

“Apa yang membuat bapak ibu hidup damai. Rumah asri, sejuk dan nyaman?”

“Romo, kami tidak saling mencampuri urusan satu sama lain. Saling percaya. Kami hanya  melakukan apa yang harus kami lakukan. Itu saja romo.

Pagi dan sore kami minum bersama di teras ini. Masing-masing mempunyai jalan dan kodratnya. Mencampuri hanya akan membuat keributan.

Setelah anak berkeluarga. Kami mengolah dan mengubah pola hidup. Kami lebih sebagai sahabat. Dan siap kalau ‘dipanggil’ sewaktu-waktu,” ungkap mereka.

Saya kagum, terkesima.

“Mereka yang secara suci memelihara yang suci akan disucikan pula.”

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here