Kamis 16 Mei 2024
Kis 22:30.23:6-11
Mzm 16:1-2.5.7-8.9-10.11
Yoh 17:20-26
SETIAP orangtua pasti menyadari dua hal keniscayaan dalam hidup. Hal pertama bahwa anak adalah titipan Tuhan, kapan saja pemilik Tuhan kehendaki, anak bisa pergi dan kembali pada-Nya.
Hal kedua ialah bahwa dunia ini hanya persinggahan, dan cukup menjadi misteri setiap kita pasti akan kembali kepada Tuhan, ujung dari perziarahan kita di dunia di waktu yang tak seorang pun tahu.
Kita semua amat memahami sebuah kepastian tentang kematian yang tentu kian hari akan kian dekat bukan kian menjauh. Karenanya, setiap orangtua selalu menyimpan teka-teki dalam batinnya. Teka-teki perihal pesan hidup yang rasanya ingin selalu disampaikan pada anak-anak agar juga mencoba memahami konsep hidup yang tidak melulu ada dan lama.
Orangtua mana pun tidak akan menolak kenyataan bahwa hidup ini hanya tentang ditinggal dan meninggalkan, maka dalam diri mereka selalu ada harapan terbaik untuk bekal anak-anaknya saat mereka berpulang nanti. Harapan yang bahkan mungkin seringkali mereka lontarkan dalam kehidupan sehari-hari bersama anak-anaknya di rumah di antara suasana normal, senang, dan bahagia yang membuat anak tidak pernah menghiraukan bunyi-bunyi harapan tersebut.
Kalau saja kita, setiap diri anak menyadari sudah berapa banyak pesan tersirat yang disampaikan orangtua dalam setiap percakapan-percakapan ringan di keluarga.
“Salah satu pesan yang saya ingat dari bapak dan ibuku adalah supaya kami selalu rukun dan saling membantu,” kata seorang sahabat.
“Bapak dan Ibu selalu tegas ketika kami selisih paham, dan tidak ada yang mau mengalah. Kalau masalah seperti ini saja kalian tidak bisa memecahkan dengan cara yang damai dan rukun apalagi jika ada masalah yang lebih besar dan ada kalian punya keluarga masing-masing,” katanya suatu ketika.
“Hidup rukun dan damai antar kami, menjadi kerinduan orang tua kami. Mereka tidak banyak meminta kepada kami selain kami bisa hidup rukun dan damai, saling menolong dalam segala situasi,” paparnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Aku tidak berdoa hanya untuk mereka, melainkan juga untuk orang-orang yang akan percaya kepada-Ku melalui pemberitaan mereka. Bapa, Aku berdoa supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ada di dalam-Ku dan Aku di dalam-Mu.”
Menjaga kesatuan itu tidak mudah, karena harus disertai semangat kerendahan hati, berani menggalah dan tidak memaksakan kehendak sendiri.
Perbedaan bisa semakin dipertajam jika kita melihat perbedaan sebagai sebuah tembok, namun jika perbedaan dijadikan jembatan untuk dialog maka perbedaan akan menjadi berkat dalam hidup bersama.
Doa Tuhan Yesus bagi murid-murid-Nya seperti yang disaksikan Firman Tuhan dalam injil Yohanes adalah tindakan yang sangat rendah hati dan harapan yang sangat besar; kesinambungan karya kesalamatan bagi kehidupan, supaya di antara kita tetap satu dalam kasih Tuhan.
Sekalipun Tuhan Yesus saat itu masih hadir bersama dengan para murid, kebersamaan tersebut akan segera usai. Namun karya keselamatan Allah harus terus berlangsung dan semakin tersebar sampai ke ujung dunia.
Untuk menghadirkan karya keselamatan bagi kehidupan dibutuhkan kesatuan relasi yang mendalam dengan Allah Tritunggal agar para murid paham, dikuatkan dan semangat mereka terus berkobar untuk menyebarkan Injil dan menjadi teladan dalam kehidupan.
Bagaiamana dengan diriku?
Apakah aku berusaha menumbuhkan kesatuan dalam hidup bersama ini?