KEBERHASILAN belum tentu menyenangkan. Bisa juga menyakitkan. Bagi mereka yang telah berjuang keras untuk meraih sukses, keberhasilan itu pasti menyenangkan. Harus dirayakan. Tetapi untuk para lawan dan orang yang suka iri hati, sukses itu terasa menyakiti.
Itulah yang bisa dibaca dalam bacaan pertama hari ini (1 Samuel 18:6-9; 19:1-7). Itu bukan kisah masa lalu, tetapi masih terjadi di dalam hidup kita.
Kemenangan Daud atas Goliat dan orang Filistin adalah sukses besar. Orang Israel merayakannya (1 Samuel 18:6-7). Apakah Saul sebagai raja ikut serta di dalamnya? Ya dan tidak. Mula-mula dia ikut bersukacita.
Tidak lama kemudian, sukacita kemenangan itu menjadi sesuatu yang menyakitkan baginya. “Kepada Daud mereka perhitungkan berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkan beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itu pun akan jatuh kepadanya.” (1 Samuel 18:8).
Saul amat marah. Tidak berhenti di situ, dia menaruh dendam kepada Daud (1 Samuel 18:9). Amarah dan dendam mengundang dosa yang lebih besar, yakni pembunuhan.
Benar, Saul hendak membunuh Daud. “Saul mengatakan kepada Yonatan, anaknya, dan kepada pegawai-pegawainya, bahwa Daud harus dibunuh.” (1 Samuel 19:1).
Amarah dan dendam yang diramu dengan cemburu menunjukkan tiga tindakan yang tidak objektif-rasional. Itulah yang menguasai Kain ketika melihat persembahan Abil, saudaranya yang berkenan kepada Tuhan (Kejadian 4:5.8).
Dosa yang menghinggapi Kain dan Saul itu masih terjadi saat ini dan dalam diri kita. Gegap gempita kampanye pemilu juga diwarnai marah, cemburu, dan dendam. Semoga siapa pun yang menang, pesta demokrasi itu tidak disertai pembunuhan.
Kamis, 18 Januari 2024
Alherwanta O.Carm