Renungan Harian
Rabu, 4 Mei 2022
Bacaan I: Kis. 8: 1b-8
Injil: Yoh. 6: 35-40
SEORANG teman menyebut dirinya seorang scientist. Ia mengatakan bahwa dia tidak mempercayai apa pun yang tidak dapat diterangkan secara ilmiah; sehingga ia juga tidak percaya dengan adanya Tuhan. Itu karena -menurutnya- Allah tidak bisa diterangkan secara ilmiah.
Dengan candaan bersama dia, saya sering mengatakan bahwa dia seorang scientist yang “allah”-nya adalah Google. Saya mengatakan seperti itu, karena semua hal dia pelajari dari Google; entah itu benar atau tidak baginya apa yang tertulis di Google sebagai kebenaran. Dia tidak pernah membaca buku-buku; semua hanya bersumber dari Gpogle.
Dalam sebuah pembicaraan, ia pernah mengatakan bahwa dia akan percaya pada Yesus kalau Yesus menampakkan diri kepadanya seperti kepada Thomas Rasul.
Mendengar pernyataannya saya tertawa. Saya mengatakan:
“Pertama, apa kepentingan Tuhan Yesus untuk menampakkan diri kepadamu? Siapa kamu? Tetapi tidak ada yang mustahil bisa saja terjadi.
Kedua, seandainya benar Tuhan Yesus menampakkan diri kepadamu apakah kamu akan percaya? Ketika kamu tidak percaya, apa pun yang terjadi kamu juga tidak akan percaya. Kamu punya keyakinan sendiri dan hanya fokus pada keyakinanmu itu sendiri. Bagaimana kamu bisa yakin kalau yang datang itu Tuhan Yesus dan bukan setan?”
“Benar juga ya,” jawabnya.
Dalam banyak peristiwa dalam kehidupan beriman kita, kita juga sering mengalami seperti yang dialami teman saya. Tentu maksudnya bukan menjadi scientist, tetapi soal apa yang saya yakin dan apa yang menjadi fokus saya.
Saat saya sedang memohon sesuatu dan berharap ada mukjizat dalam hidupku, ketika itu tidak terjadi maka aku juga mempertanyakan Tuhan. Bahkan jika Tuhan menyapaku dengan memberikan anugerah dan mukjizat yang luar biasa -tetapi tidak seperti yang kumohon- dan kepadamu: sungguh pun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.”