Home BERITA Seabreg Jabatan, Pastor Kelabakan dan Abaikan Layanan Pastoral (2)

Seabreg Jabatan, Pastor Kelabakan dan Abaikan Layanan Pastoral (2)

0
Ilustrasi - Mengincar jabatan di dalam Hirarki Gereja. (Ist)

PASTOR Liem Tjay lalu bertanya dalam diri, ”Apa kiprahku di Keuskupan Agung Samarinda sebagai misionaris yang diutus untuk mewartakan injil?”

Liem Tjay menjawab dengan jujur. Ini bukan bermaksud mau memamerkan diri.

“Begini, Tuyet. Aku ini sebenarnya sudah merasa cukup bahagia sebagai pastor kampung yang tinggal di Penajam, paroki kecil yang baru lahir tahun 2000.

Aku kerasan hidup di tengah masyarakat diaspora, multi etnik, multi agama, dan multi budaya. Di lain pihak, aku juga sadar menerima tugas khusus dari Keuskupan.”

Lalu, apa jawaban Tuyet?

“Hebat benar, ada tugas khusus dari Keuskupan. Diam-diam kamu pasti orang penting. Kamu pasti punya jabatan di Keuskupan!”

“Begini, jangan mengambil kesimpulan seperti itu dulu. Aku akan mencoba mengingat kembali bagaimana kiprahku masuk dalam reksa pelayanan Pastoral di Kalimantan Timur, dengan berbasis hadir di tengah orang pedalaman Kalimantan Timur, melalui tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadaku.”

Jabatan Gereja Liem Tjay

Begini jawaban Pastor Liem Tjai OMI.

“Tugas dari Keuskupan selain sebagai pastor paroki, aku mendapat kepercayaan untuk mengemban tugas pastoral sebagai:

  • Anggota Dewan Consultores.
  • Anggota Dewan Keuangan.
  • Ketua Komisi Migran dan Perantau dan Komisi Pendidikan.
  • Anggota Pengawas Yayasan Kesehatan dan Pendidikan.
  • Ketua Pengurus Yayasan Kesehatan.
  • Moderator PDKK Keuskupan dan Provinsi Gerejawi Samarinda.
  • Moderator WKRI.
  • Tim Fasilitator Raker Keuskupan.
  • Pengajar di Seminari Menengah.
  • Dosen Sekolah Tinggi Kateketik Bina Insan Samarinda.
Para imam misionaris OMI dari Italia yang sejak tahun 1977 mulai berkarya di wilayah Kaltim. (Dok. Liem Tjay)

Perlu disclaimer ya. Saat mulai bertugas di sebuah pastor pedalaman, ia menjadi pastor satu-satunya di situ. Maka tugasnya ya banyak. Ya belanja di pasar, ya masak sendiri, ya tidur sendiri, ya turne naik speed atau motor tril sendiri.

Semuanya dikerjakan sendirian. Temannya di pastoran hanya seorang “koster” dan sejumlah angsa di kandang yang selalu “mengingatkan” Liem Tjay kalau ada yang salah.

Jadi, ketika zaman itu pastor diosesan belum banyak dan sementara tenaga imam misionaris domestik dan asing sangat sedikit jumlahnya, maka tak heran di atas pundak pastor pedalaman ini bertengger banyak tugas. Berarti juga jabatan itu mampir di pundaknya karena pengutusuan. Bukan kemauannya sendiri.

Jabatan Gereja yang diberikan kepadanya membuat Liem Tjay sadar bahwa jabatan-jabatan itu bukan dikejar dan dicapai karena ambisi, gila hormat, perebutan posisi strategis yang bisa menaikkan harga diri dan bergengsi.

Bagaimana pandangan Liem Tjay.

Memang sungguh “mentereng” jabatan-jabatan itu menghiasi perjalanan Liem Tjay sebagai misionaris di Kalimantan Timur.

Terhadap posisi dan jabatan strategis ini, Liem Tjay tidak menutup diri untuk menerima fakta di lapangan, “Pastor itu bak seorang aktris, sentra isu, sasaran gosip di paroki dan masyarakat.”

Litani jabatan Gereja

Komentar-komentar dari banyak umat, kalangan masyarakat dikumpulkan menjadi “Litani Jabatan Gereja” sebagai berikut:

  • “Mantap ya sebagai imam, bergengsi punya jabatan.“
  • “Karier imamatmu cepat menanjak!”
  • “Rapat sini, rapat sana, jadi orang sibuk dan penting!”
  • “Pastor Liem Tjay pasti orang pintar karena banyak jabatan!”
  • “Pastor jarang di pastoran lagi, pergi pergi terus untuk seminar. Kapan turne ke stasi?”
  • “Busyeet… mau minta retret dengan Pastor Liem Tjay saja menunggu jadwal tahun depan, padat sekali acara Pastor Liem!”
  • “Tadi malam, aku tahu Pastor Liem Tjay lagi dinner (makan malam) dengan peserta seminar Yayasan Pendidikan di rumah makan mewah.”
  • “Percayalah, Pastor Liem Tjay sebentar lagi bisa naik jadi Kuria Keuskupan, coba lihat beliau selalu duduk dekat Uskup, kalau ada acara resmi.”
  • “Segan ya sekarang, jika berhadapan dengan Pastor Liem Tjay!”
  • “Pantas Liem Tjay jadi pemarah, tidak sabaran, karena tugasnya banyak. Aku kena marah. Urusan perkawinanku belum beres. Sialan… berkat perkawinanku juga tertunda tahun depan.”
  • “Tidak diragukan lagi profesionalitas Liem Tjay dalam organisasi”
  • “Semangat bekerja Pater Liem Tjay, kuacungi jempol. Tapi sayang rokoknya tidak putus.”
  • “Kelihatan Pastor Liem Tjay makin sombong. Beliau tidak kenal lagi orang kecil, seperti saya.”
  • “Ternyata berubah. Bahasanya sudah tinggi. Saya takut berbicara dengan Pastor Liem Tjay lagi.”
  • “Liem Tjay ini orang Keuskupan atau orangnya Tarekat, tidak jelas posisinya.”

Dengan “Litani Jabatan Gereja” itu, maka nama Pastor Liem Tjay OMI lalu menjadi terkenal, strategis, dan bergengsi dalam perjalanan imamatnya.

Pertanyaan refleksi:

  • Benarkah hal itu yang dirasakan, dihayati, dan dialami oleh sosok Liem Tjay?
  • Benarkah jabatan itu yang dikejar Liem Tjay?
  • Apakah Liem Tjay sudah memperoleh semua itu selama berkarya di Kalimantan Timur?
Ilustrasi: Kunjungan Uskup Keuskupan Agung Samarinda Mgr. Sului Florentinus MSF (alm) ke Penajam tahun 2002. (Dok. Liemt Tjay)

Yang tergores dalam agenda hidup pribadi Liem Tjay tentang jabatan

  • Mendapat kepercayaan dari Uskup itu berarti “diriku” diakui dengan keterbatasan untuk berkembang.
  • Tugas dan kepercayaan dari Keuskupan ini menyadarkan diriku akan panggilan sebagai imam yang ikut menjadi bagian dalam pelayanan Gereja Lokal.
  • Dilaksanakan sepenuh hati dan tidak setengah-tengah walaupun kemampuanku terbatas, tetapi kepercayaan dan tugas dari Uskup ini aku terima dengan ikhlas dan kulaksanakan sampai tuntas.
  • Aku merasakan, pribadiku sebagai imam dan misionaris dapat makin berkembang, karena aku bisa menyumbangkan kemampuanku kepada Gereja lokal.
  • Aku ikut bertanggungjawab dan terlibat dalam reksa pastoral Gereja Lokal Keuskupan.
  • Aku dilibatkan dalam tim Keuskupan untuk menjadi fasilitator ke paroki-paroki, khususnya bidang keuangan Paroki.

Dengan demikian, ada banyak kesempatan untuk mengunjungi paroki-paroki yang ada di Keuskupan, sehingga aku makin masuk dan mengenal situasi konkret di pedalaman Kalimantan Timur.

Berkat Perayaan Ekaristi meski hanya sekali saja dalam sebulan, seorang pastor di pedalaman Penajam di Keuskupan Agung Samarinda di Kaltim bisa merasakan aura kuat semangat persatuan dan ikatan persaudaraan. (Dok. Liem Tjay)
Inilah Rumah Ibadat Pastor Liem Tjay OMI di depan Gereja St. Maria Fatima Paroki Penajam di Kaltim tahun 2000. (Dok. Romo Nico Setiawan OMI)
Pastor mesti mencuci kaki sebelum masuk Gereja Transmigrasi Stasi Sebakung, Paroki Penajam, Keuskupan Agung Samarinda, Kaltim. (Dok. Liem Tjay)
  • Semangat misionerku terbentuk menjadi pribadi yang berkarakter misionaris lokal.
  • Aku bukan mencari popularitas diri, tetapi Tuhan memberikan kesempatan indah untuk melayani dan mewartakan Sabda-Nya di penjuru sudut kampung pedalaman Kalimantan Timur.
  • Aku selalu diingatkan dan disadarkan bahwa sebuah jabatan, sebuah karya adalah sarana untuk membentuk diri sebagai seorang imam yang misionaris.
  • Jabatan bukan yang dikejar dan menjadi tujuan untuk ukuran sukses dan tidaknya hidup seorang Pastor.
  • Sekolah ilmu kehidupan dalam keluarga Bakpao di Solo menjadi alma mater-ku yang mengantarkanku pada suatu tanggungjawab tugas pelayanan di tingkat keuskupan.
  • Bisa menduduki jabatan seperti itu bukan jalan yang sudah dipersiapkan, ditentukan oleh atasan atau para formator seminari, tetapi pengalaman hiduplah yang membentuk dan menilai kelayakan menerima sebuah jabatan.

Inilah pandangan dan refleksi Liem Tjay tentang jabatan-jabatan yang diemban dan menempel menghiasi pundaknya. (Berlanjut)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version