Seandainya

0
370 views
Ilustrasi - Jadi karyawan atau kuli untuk sambung hidup. (Ist)

Renungan Harian
Selasa, 27 April 2021
Bacaan I: Kis. 11: 19-26
Injil: Yoh. 10: 22-30
 
SUATU sore, saya berkunjung ke rumah salah satu umat di paroki tempat saya bertugas. Keluarga itu mempunyai toko grosir barang-barang kelontong yang cukup besar.

Selain menjual di tokonya, mereka juga mempunyai beberapa karyawan yang menjual barang-barang itu ke toko-toko atau warung-warung di pasar.
 
Ketika kami ngobrol, bapak itu bercerita tentang perjalanan hidupnya hingga sampai di tempat ini.

“Romo, saya itu selalu bersyukur dengan peristiwa pahit yang dialami oleh keluarga saya. Bukan maksud saya mensyukuri kegagalannya. Tetapi saya bersyukur, karena dengan peristiwa itu membuat saya dan adik-adik jadi hidup lebih baik.
 
Romo, saya tiga bersaudara. Saya sulung dan mempunyai dua adik. Satu laki-laki dan satu perempuan. Bapak adalah pengusaha sukses untuk ukuran kampung kami.

Bapak punya toko yang jual pupuk dan bibit. Juga punya penggilingan padi dan punya sawah yang cukup luas.

Bapak juga mempunyai tiga buah truk yang mengangkut hasil bumi dari kampung untuk dijual ke kota.

Dengan semua itu, kami hidup lebih cukup. Bahkan untuk ukuran kampung kami, keluarga kami bisa disebut sebagai keluarga yang berada.
 
Di saat teman-teman pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, kami sudah naik sepeda atau diantar dengan sepeda motor.

Saya diberi bekal uang yang lebih dari cukup, sehingga sering saya mengajak teman-teman untuk jajan. Saya selalu berbagi dengan teman-teman.

Kami mempunyai halaman yang luas, sehingga saya dan teman-teman sering bermain bola atau main apa saja di halaman rumah.

Dan yang paling menyenangkan adalah ibu selalu menyediakan makanan untuk saya dan teman-teman.
 
Saat saya kelas tiga SMP, bapak bangkrut. Karena ditipu oleh teman dekatnya yang sejak semula sudah dianggap adik oleh bapak.

Semua habis Romo. Syukur pada Allah, bapak masih menyisakan sepetak sawah yang kemudian digarap oleh bapak untuk menyambung hidup kami.

Situasi membuat kami sungguh-sungguh menderita. Kami semula selalu berlebih sekarang serba kekurangan. Bahkan untuk makan pun, kami sering kesulitan.
 
Peristiwa itu membuat saya, setelah lulus SMP merantau bersama dengan adik saya yang baru kelas 1 SMP. Kami berdua berpikir, dengan kami merantau kami mengurangi beban oran tua di rumah.

Kami berdua kerja apa saja untuk makan. Kami jadi kuli di pasar. Jadi pembantu di warung. Pernah jadi kernet angkot.

Apa saja Romo, kami kerjakan. Sampai kami kemudian diterima kerja di sebuah toko kelontong. Saya dan adik bekerja sebagai tukang angkut barang dan mengantar barang ke konsumen.
 
Dengan kerja seperti itu saya mulai kenal dengan sales-sales yang datang ke toko kelontong tempat kami bekerja. Dari perkenalan itu, beberapa sales sambil bergurau ngomong, kalau kami punya toko, akan dipasok barang-barang dan bisa bayar dengan tempo dua minggu.

Saya tertawa aja karena bagaimana saya bisa punya toko.
 
Romo, Tuhan itu selalu punya cara untuk memberikan anugerah. Tidak ada angin, tidak ada hujan.

Bos bilang ke saya, kalau dia punya toko di pasar yang tidak pernah dipakai. Saya ditawari mau pakai dan jualan di sana tidak?

Barang-barang boleh ambil dari sini lebih dahulu nanti baru bayar.
 
Romo, sejak saat itu hidup kami, saya dan adik mulai berubah. Toko kami menjadi maju, kami punya banyak langganan sehingga kami bisa bantu adik yang perempuan sekolah hingga lulus kuliah, dan bisa bantu-bantu untuk bapak dan ibu di kampung.
 
Kemudian, saya memutuskan untuk buka toko di tempat ini. Aadik tetap di toko kami yang awal.

Romo, sampai sekarang saya selalu berpikir seandainya bapak dahulu tidak bangkrut mungkin saya tidak bisa jadi orang seperti ini. Mungkin saya hanya jadi anak yang mengandalkan harta orang tua.

Saya selalu bersyukur bahwa dibalik kehancuran dan penderitaan yang luar biasa ternyata itu cara Tuhan mendidik dan menuntun saya menjadi orang,” bapak itu mengakhiri kisahnya.
 
Tuhan sungguh luar biasa seperti yang bapak itu katakan. Tuhan punya cara yang sering kali tidak masuk akal untuk menuntun dan membibing umat-Nya.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam kisah para Rasul, peristiwa penganiayaan pengikut Kristus setelah Stefanus dibunuh, menjadikan kabar gembira tentang Yesus Kristus menjadi tersebar kemana-mana keluar dari Yerusalem.

Seandainya tidak ada penganiayaan mungkin hanya terbatas di sekitar Yerusalem saja.

“Tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan.”
 
Bagaimana dengan aku? Apakah aku menemukan rahmat dibalik peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan dalam hidupku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here