INI kisah sangat ringan; terjadi pada hari Minggu tanggal 21 Augustus 2022 lalu.
Sebelum kembali ke tanah misi di Napoli, Italia, dan bersama teman bernama Sr. Yuliana MBC, saya iseng-iseng menyempatkan diri ikut kegiatan CFD (Car free day) di Jakarta.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memeriakan Hut ke-77 RI yang diprakarsai oleh KAMMi (Komunitas Anak Muda Manggarai) dan kakak senior di Jakarta: Bu Josefina Syukur.
Acara dimulai pukul 06:30 WIB dari depan FX Plaza Sudirman dan berakhir di Bundaran HI. Kegiatan meliputi aksi jalan santai, jalan sehat dan menari Congka Sae massal.
Pakai busana dan aksesori khas Manggarai
Setiap anggota yang mengikuti kegiatan ini untuk sanità harus mengenakan kebaya warna bebas dengan kain songke. Juga boleh ditambahi dengan selendang, retu atau balibelo. Sedangkan untuk pria harus mengenakan atasan bebas dan kain songke, sapu, atau topi.
Tujuan acara tersebut adalah memperkenalkan budaya Manggarai di tanah rantau; khususnya kain songke sebagai tenunan khas masyarakat Manggarai. Sekaligus mendukung gerakan “Kebaya Goes to UNESCO”.
Lainnya adalah upaya semakin mempererat tali persaudaraan antara sesama masyarakat Manggarai di tanah rantau.
Kain songke Manggarai
Kain songke adalah tenunan khas masyarakat di Manggarai, Flores Barat, NTT.
Kain tenunan ini menjadi busana wajib yang harus dikenakan semua orang. Manakala berlangsung acara-acara adat budaya lokal seperti misalnya kenduri, penti, membuka ladang baru.
Juga harus dipakai, saat masuk minta (perjumpaan awal keluarga pengantin pria dan perempuan), acara nempung, kaum laki-laki biasanya mengenakan (tengge) songke.
Itu harus dikombinasikan dengan selendang dan peci khas Manggarai.
Sementara, kaum perempuan juga akan mengenakannya; dengan cara (deng) songke dan atasan kebaya; lalu di kombinasikan dengan selendang.
Kain songke juga dikenakan oleh para petarung dalam tarian Caci serta digunakan sebagai mas kawin (belis); bahkan juga untuk membungkus jenazah.
Kain songke umumnya berwarna dasar hitam dengan motif yang beragam di atasnya.
Turut hadir dalam kegiatan ini Ny. Ani Plate -isteri Menkominfo Johnny G. Plate- dan seluruh masyarakat Manggarai di Jabotabek dan sekitarnya.
Kegiatan CFD ini berjalan dengan aman. Semua mengambil bagian di dalam acara tersebut begitu semangat antusias, rasa sukacita; dan lebih khususnya kami juga bisa memanfaatkan momen tersebut untuk saling menyapa, mengenal satu dengan yang lain.
Setidaknya, kami merasa bangga, karena bisa menunjukan kecintaan kami kepada kain songke dan tanah kebanggaan kami: Manggarai di kawasan Flores Barat, NTT.
Kegiatan ini ditutupi dengan tarian Congka Sae massal di Bundaran HI. Dipimpin langsung oleh Ny. Ani Plate. Walaupun di tengah hiruk pikuknya orang-orang yang sedang berolahraga di sepanjang jalan, tetapi kami sungguh tidak kalah semangat. Dalam upaya memamerkan tarian Congka Sae ini sebagai bentuk kecintaan terhadap budaya Manggarai.
Ketemu dengan mantan Dubes RI Vatikan
Di sela-sela kegiatan tersebut, kami mendapatkan kunjungan khusus dari mantan Dubes RI untuk Vatikan Bapak Amrih Jinangkung bersama ibu.
Kami bersalamam sekaligus berpamitan, karena hari itu juga saya harus kembali ke tanah misi di Napoli, Italia. Selebihnya, inilah bukti cinta kami akan “tanah air beta” di Manggarai, Flores, NTT. Kami lakukan dengan menyaksikan dari dekat tarian Congka Sae.
Di sela-sela obrolan panjang dengan banyak pihak itu, Pak Amrih dan isteri menyampaikan rasa bangga dan bahagia karena bisa berkenalan dengan orang-orang “sekampung” kami dari Manggarai. Taruhlah itu dengan Yosefa Pandy, penggagas kegiatan ini.
Ia mengatakan, kegiatan beberapa waktu lalu itu sederhana, tapi menarik. Ia mengaku sangat senang, karena meskipun sederhana tapi publik yang hadir di acara itu terlihat sangat antusias mengikutinya.
Yosefa Pandy sungguh berharap, semoga kegiatan ini bisa menginspirasi banyak orang -khususnya generasi muda- untuk selalu bangga akan kekayaan budaya kita.
Kegiatan tersebut kami tutup dengan makan siang bersama di alam terbuka di tepi jalanan.