PADA tanggal 17 Juni 1905, Titus Brandsma menerima Sakramen Imamat dan ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. Wilhelmus Van de Ven, uskup Keuskupan van den Bosch, Negeri Belanda.
Prosesi tahbisan imamatnya berlangsung di Gereja Katedral Santo Yohanes di Hertzogenbosch.
Sekitar setahun setelah tahbisan, tepatnya tanggal 25 Oktober 1906, Titus Brandsma O.Carm lalu dikirim studi ke Roma. Tiba di Roma tanggal 31 Oktober 1906; mulai menempuh program doktoral filsafat di Universitas Katolik Gregoriana dan Leonine.
Perjalanan studinya di Roma rupanya sampai menghadapi pelbagai kendala. Sebelumnya, keputusan mengirim Titus Brandsma ke Roma telah mengundang banyak perdebatan di kalangan Dewan Provinsi Karmel Belanda.
Memprotes Titus belajar di Roma
Keberatan utama datang dari profesornya sewaktu Titus Brandsma belajar filsafat-teologi di Zenderen. Romo Eugene Driessen O.Carm menyatakan pendapatnya yang kurang setuju bahwa murid brilyan itu akan dikirim ke Roma.
Memang, Titus Brandsma memiliki pemikiran cemerlang. Ia, misalnya, sering mempertanyakan pendapat dosen-dosennya.
Salah satu profesor yang menghadapi kesulitan waktu mengajar di kelasnya Titus Brandsma adalah Profesor Eugene Driessen. Maka, ia khawatir akan pemikiran dan sikap Titus yang sangat independen.
Di samping itu, sang profesor juga khawatir, kalau-kalau suatu saat nanti, Titus akan melawan ortodoksi Gereja.
Namun ada pendapat lain yang justru mendukung rencana mengirim Titus ke Roma.
Romo Prokurator Jenderal Ordo Karmel, Romo Hubert Driessen O.Carm justru minta supaya Titus dikirim studi di Roma. Keduanya memang saling mengenal.
Membuka wawasan
Selama studinya di Roma, Titus tinggal di Collegio San Alberto, rumah studi internasionl bagi para Karmelit yang belajar di Roma. Di sana Titus amat menikmati keheningan dunia monastik yang baru dan belajar filsafat dan memperdalam spiritualitas.
Tinggal bersama para Karmelit yang berasal dari pelbagai bagian dunia itu semakin membuat Titus Brandsma terbuka. Ia menyadari adanya pelbagai macam budaya dan cara menghayati hidup Karmel.
Wawasannya jadi lebih luas.
Sewaktu di Roma ini, Titus mengalami perkembangan baru kehidupan Gereja. Misalnya, kesadaran akan peranan mass media cetak (pers). Rupanya ini kelak akan berpengaruh bagi karyanya di Belanda.
Ia juga berjumpa dengan ajaran-ajaran baru yang sedang berkembang yang diinspirasi oleh Rerum Novarum dari Paus Leo XIII. Pandangan ini perlahan-lahan membentuk suasana akademis baru di Roma.
Titus bertemu lagi dengan Romo Hubertus Driessen yang kemudian menjadi Prior Collegio San Alberto. Mereka sering berdiskusi. Titus menyampaikan tentang kondisi fisiknya.
Namun kepada Titus, Hubertus Driessen yang mengenal kemampuan konfraternya itu berkata, “Kamu dapat melakukan hal yang besar untuk Ordo.”
Kesehatan terganggu
Karena kesehatannya terganggu, studinya agak terhambat. Ia lebih banyak berbaring di atas tempat tidur. Beberapa kali dia harus pergi ke Albano, suatu daerah perbukitan sekitar empat puluh kilometer dari Roma untuk beristirahat dan menghirup udara segar.
Saat ujian doktoralnya tiba dia diserang sakit berat, sehingga harus terbaring di atas tempat tidur selama beberapa pekan.
Namun wataknya yang teguh seperti orang Frisia pada umumnya, ia tetap ingin menempuh ujian.
Dengan izin dari prior Biara Collegio San Alberto di Roma, ia memaksa diri mengambil ujian dalam keadaan sakit demam berat pada tanggal 17 Mei 1909. Hasilnya adalah kegagalan. Namun dia tidak berputus asa.
Ia kembali ke Belanda dan belajar lagi. Berkat bantuan Romo Hubert Driessen Titus kembali ke Roma pada bulan Oktober. Sekali lagi, ia mengambil ujian dan memetik sukses. Ia berhasil meninggalkan Universitas Gregoriana dengan menyandang gelar doktor filsafat.
Menjadi dosen Seminari Karmel di Oss
Sekembalinya dari Roma, Titus diangkat menjadi dosen filsafat dan teologi untuk Seminari Karmel di Oss. Dalam waktu beberapa tahun, ia menata kembali program studi para frater Karmel di Provinsi Karmel Belanda.
Maklumlah, kurikulum filsafat pada waktu itu kurang bagus. Penyebabnya karena filsafat dipandang sebagai “alat” untuk belajar teologi. Filsafat, kata orang waktu itu, tak lain adalah “budak” teologi (philosophia ancila theologiae).
Sebagai dosen filsafat, Titus Brandsma menuangkan banyak gagasan filsafati. Di antara pemikiran-pemikiran filosofisnya itu adalah konsep tentang Allah (Godsbegrip), konsep tentang filsafat (Het begrip Wijsbegeerte).
Karya-karya terbitannya
Bersama satu tim terdiri tiga Karmelit Belanda (empat dengan dirinya), pada tahun 1916, Titus Brandsma mulai menerjemahkan karya-karya Santa Teresa dari Avilla ke dalam Bahasa Belanda.
- Tahun 1918 terjemahan biografi Santa Teresa dari Avilla terbit.
- Buku tentang Pendirian Biara (Foundations) diselesiakan tahun 1919.
- Sedang surat-surat Santa Teresa dari Avila diterbitkan tahun 1924. Terakhir, Puri Batin dipublikasikan tahun 1926.
- Tentang buku Puri Batin, ada yang mengatakan bahwa Titus Brandsma nyaris hafal.
Karya-karya ini sangat bermanfaat bagi Gereja Belanda umumnya dan Karmelit Provinsi Belanda pada khususnya. Pada waktu itu, belum banyak tersedia teks dalam bahasa Belanda dari mistika Karmel itu.
Titus Brandsma juga tertarik mempelajari gerakan pembaharuan dalam Ordo Karmel. Antara tahun 1904 dan 1921, ia menerbitkan 11 tulisan tentang pelbagai tema.
Salah satunya tentang Yohanes Baptista Spanoli dari Mantua, seorang mistikus Karmel yang menjadi Jenderal Ordo Karmel (1513-1516) dan melakukan pembaruan dalam Ordo. (Berlanjut)