SERI tulisan ini disajikan untuk menyongsong kanonisasi Beato Titus Brandsma, O.Carm. pada tanggal 15 Mei 2022.
Ia adalah seorang Karmelit Belanda yang pada 26 Juli 1942 dibunuh rezim Nazi Jerman di kamp konsentrasi Dachau sebagai martir yang membela kebenaran iman, keadilan dan perdamaian dan hak asasi manusia. Hidup dan kematiannya amat relevan bagi kita pada zaman ini.
Ada 30 tulisan.
Di Seminari Megen
Panggilan menjadi imam bagi banyak orang tampak sebagai misteri. Karena itu, banyak orang yang ingin tahu apa dan bagaimana panggilan itu.
Kapan seseorang merasakan panggilan untuk menjadi imam? Apakah tanda-tandanya bahwa seseorang dipanggil menjadi imam? Suara apakah yang mereka dengar terkait dengan panggilan itu?
Itulah sebagian dari banyak pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh umat. Banyak yang mengira bahwa panggilan menjadi imam itu disampaikan langsung oleh Tuhan ke telinga dari mereka yang dipanggil.
Lalu pihak yang dipanggil menjawab “ya” kemudian berangkat ke seminari.
Sesungguhnya, proses panggilan menjadi imam terjadi seperti halnya panggilan hidup yang lain, menjadi dokter, guru, perawat atau profesi lainnya.
Semua melewati proses yang sangat manusiawi dalam kehidupan sehari-hari.
Minimal ada dua pihak yang berperan di sana.
- Pertama, Tuhan yang memanggil, membimbing dan menyediakan proses dan sarananya.
- Kedua, manusia yang dipanggil. Dia menyediakan telinga dan hatinya untuk mendengarkan panggilan itu dan secara aktif menjawabnya.
Dahulu anak-anak yang ingin menjadi imam masuk ke dalam Seminari Kecil setelah lulus Sekolah Dasar. Kemudian seminari itu dihapus dan digantikan dengan Seminari Menengah yang menerima para lulusan Sekolah Menengah Pertama.
Kini jumlah Seminari Menengah pun menurun.
Titus Brandsma hidup pada masa para calon imam itu masuk seminari setelah lulus Sekolah Dasar. Pada usia 11 tahun, dia meninggalkan keluarganya dan masuk ke Seminari Fransiskan di Megen.
Bagaimana pembicaraan antara orangtua dan dirinya tentang rencananya masuk seminari tidak terekam. Bisa jadi, kedua orangtuanya merasa bangga bahwa anaknya masuk seminari.
Semua anak yang mau masuk seminari perlu membawa surat keterangan dari pastor parokinya.
Demikian pula Titus Brandsma membawa surat pengantar dari Pastor Paroki Bolsward, Wilhelmus de Keyzer. Pastor parokinya memiliki keprihatinan khusus atas diri Titus Brandsma, karena kondisi kesehatan fisiknya yang kurang baik.
Masuk seminari
Pada suatu hari di bulan September 1892 Anno Sjoerd Brandsma bersama sejumlah anak sebayanya berdiri di dekat suatu perhentian bis di Bolsward. Mereka membawa tas perjalanan mereka masing-masing.
Dalam suasana ceria mereka memasuki bis yang akan membawa mereka ke suatu stasiun kereta api. Ada sanak keluarga mereka yang mengantar sampai di perhentian bis itu. Sementara para tetangga heran melihat pemandangan yang tidak lazim itu.
Sebagian dari mereka barangkali bertanya, “Apa yang dipikirkan anak-anak kemarin sore itu?” Yang lain mungkin bergumam, “Tahukah mereka yang sebenarnya sedang mereka lakukan?”
Tidak berapa lama bis itu meninggalkan Bolsward dan menuju ke kota Sneek di wilayah Frisia. Dari sana serombongan anak remaja itu akan naik kereta menuju ke bagian selatan Negeri Belanda. Mereka belum mengerti secara jelas apa yang akan terjadi dalam hidup mereka ke depan.
Tidak banyak yang dapat diketahui tentang Titus Brandsma selama pendidikannya di Megen. Beberapa hal berikut ini saja yang bisa dicatat.
Walau posturnya terkecil, ia itu murid terbaik di kelasnya. Sangat mencintai puisi. Dia menerima pelbagai hadiah.
Dalam prosesi Sakramen Mahakudus dia diijinkan untuk berjalan dengan membawa lentera di belakang pastor yang membawa monstran. Tidak semua anak bisa mendapat tempat dan peranan yang terhormat itu pada saat itu.
Ada satu keprihatinan atas diri Titus Brandsma, yakni kondisi tubuhnya yang rapuh dan mudah sakit. Dia tidak bertambah sehat dan kuat, tapi di Seminari Megen dia jadi makin kurus dan penampilan fisiknya makin menurun.
Mendengar kondisi puteranya, Titus Hendrikzoon Brandsma segera menuju ke Megen untuk menjemput puteranya. Ternyata, di rumah dia segera menjadi sehat kembali.
Beberapa kali Anno Sjoerd meyakinkan ayahnya bahwa dia sungguh kerasan berada di Megen. Maka, ayahnya mengijinkannya kembali ke Seminari di Megen.
Dari hidupnya di Seminari Megen, orang dapat mulai mengenal karakter khas Titus Brandsma. Teman-temannya mengatakan bahwa dia itu seorang yang sungguh berbeda dari yang lain.
He is “somebody.” Berkepribadian stabil dan pemikirannya sungguh seimbang. (Berlanjut)