Sebulan bersama Beato Titus Brandsma O.Carm: Menjadi Karmelit di Novisiat Boxmeer, Negeri Belanda (3)

0
446 views
Novisiat Karmelit di Boxmeer, Negeri Belanda by Visit Brabant.

KETIKA Anno -nama kecil Titus Brandsma- hampir menyelesaikan studi di Seminari Fansiskan di Megen, banyak yang mengira dia akan menjadi seorang Fransiskan. Ternyata, pilihannya bukan Fransiskan, tetapi menjadi Karmelit.

Kedua orangtuanya mula-mula tidak memahami pilihan puteranya itu. Semestinya sebagai murid didikan para Fransiskan, dia nantinya tertarik ingin menjadi seorang Fransiskan pula.

Namun menjadi seorang imam Fransiskan yang harus berkeliling untuk berkhotbah baginya terlalu berat. Di samping itu, Anno memang sudah jatuh cinta kepada spiritualitas Karmel. Ia merasa begitu kuat ditarik oleh sisi mistik kehidupan iman Katolik.

Pada saat itu, ia juga sering berdiskusi dengan Casimir de Boer O.Carm, saudara sepupunya yang telah menjadi Karmelit. Percakapan itu dapat dipastikan menjadi salah satu faktor pendukung pilihannya ke Ordo Karmel yang bersifat kontemplatif itu.

karena itu, setelah menyelesaikan Seminari Fransiskan di Megen, Anno memutuskan masuk Karmel.

Pada tanggal 17 september 1898, ia masuk Novisiat Biara Karmel di Boxmeer. Di sinilah, Titus Brandsma -nama baru biaranya setelah masuk novisiat- lalu mengawali formasi hidupnya sebagai seorang calon Karmelit.

  • Pada tanggal 22 September 1898 pada umur 17 tahun, Titus resmi diterima di dalam Novisiat Karmel.
  • Mulai saat itulah, ia menyebut dirinya Titus Brandsma.
  • Tanggal 3 oktober 1899, ia mengucapkan Kaul Sementaranya.

Novisiat Karmelit di Boxmeer, Negeri Belanda

Biara Karmel Boxmeer didirikan pada abad ke-17. Gedungnya dihiasi dengan lukisan jendela kaca (les vitraux) karya Abraham van Diepenbeck (1596-1675) yang juga melukis para kudus Karmel pria dan wanita.

Pola hidup Karmel yang cenderung introvert menjadi ciri khas bangunan biara ini. suasananya sangat mendukung untuk hidup kontemplasi yang membutuhkan keheningan.

Tatkala Titus datang ke biara ini, Prior (pemimpin biara) mengantarnya ke kamar yang telah disediakan baginya.

Bahwa Prior menentukan kamar para anggotanya itu bukan sekedar prosedur untuk menaati aturan, tetapi menegaskan bahwa Titus masuk ke dalam suatu komunitas.

Novisiat Karmelit di Boxmeer, Negeri Belanda by Mapio.net

Menjadi seorang Karmelit

Titus memulai hidup membiara bukan hanya dari keinginan dirinya sendiri, tetapi juga bagi kepentingan seluruh komunitas. Ia mesti mulai belajar menaati aturan hidup membiara dan menyesuaikan diri dengan ritme hidup Karmel.

Dengan wajah tersenyum, Titus memasuki kamar biaranya. Mulai saat itu, biara itu menjadi rumahnya. Kepadanya dikenakan jubah cokelat.

Di pintu kamarnya terpasang tulisan “Titus Brandsma,” nama resminya sebagai seorang Karmelit.

Ia tampak bahagia tinggal di Novisiat Karmel itu. Kebahagiaan itu amat wajar, karena jalan untuk mencapai keinginannya mulai lebih jelas terbuka. Ia sudah berhasil memulai model hidup yang dicita-citakannya.

Sejak awal masa novisiatnya, kamar itu mempunyai nilai dan makna spesial baginya. Tiada suara yang dapat menerobos dinding-dindingnya sehingga dia dapat sungguh menikmati keheningan di sana.

Hanya cahaya dari jendela yang masuk ke dalam ruangannya.

Dalam refleksi harian yang dilakukan di antara tembok-tembok kamarnya, keheningan menjadi lebih akrab dengan dirinya.

Sementara cahaya yang masuk ke kamarnya mengisi dunia batinnya secara mendalam.

Silentium perpetuum

Di tembok pada ujung lorong depan kamarnya ada tulisan besar silentium perpetuum (keheningan abadi).

Mungkin baginya yang baru masuk ke biara tulisan itu hanya bermakna “jangan berisik” atau “di sini ada hidup religius” atau “jangan mengganggu, karena ada orang sedang berdoa atau belajar.”

Namun kelak, Titus Brandsma lebih mengerti bahwa keheningan itu memang penting dan dia dapat memahami setelah menikmatinya.

Ilustrasi – Silentium.jpg (Ist)

Keheningan itu amat bernilai baginya, karena membantunya dalam proses memasuki hidup religius yang jauh lebih mendalam.

Proses itu berlangsung tanpa akhir (never ending process) dan terus memperbarui hidupnya.

Pengalaman masuk ke dalam keheningan itu menjadi bekal yang tidak pernah dilupakannya.

Begitu bahagianya Titus tinggal di kamar itu. Ia merasa begitu krasan, sehingga  pada bulan Oktober 1898 mengirim surat kepada kedua orangtuanya.

Ia menulis tentang kamar itu begitu detil. Ia juga menceritakan hidup religius itu seperti apa.

Kamar yang khas itu lebih dari sekedar ruangan yang tenang, tetapi mengingatkan bahwa setiap orang hendaknya memiliki ruang batin pribadinya.

Bukankah Tuhan ditemui di dalam lubuk hati?

Titus begitu bahagia tinggal dalam kamar batin itu. Ia akan selamanya berada dalam kamar itu. Di sana aa dapat memusatkan diri pada pengalaman batinnya.

Baginya kamar itu adalah simbol dari realitas yang lebih dalam. Di mana pun berada, ia selalu berada “dalam kamarnya” itu.

Memang, bagi Karmelit keheningan dan kontemplasi itu mutlak diperlukan. Keheningan itu terutama dialami di dalam kamar, tempat tinggal mereka.

Namun secara lebih mendalam, juga dia rasakan di dalam “kamar batin” mereka.

Terjemahkan karya-karya spiritual

Karena kepandaiannya dalam bahasa, Titus diminta oleh magister-nya untuk menerjemahkan karya-karya spiritual.

Ia menggunakan kesempatan itu bukan hanya sebagai suatu latihan menulis, tetapi juga sebagai awal minatnya sepanjang hidup atas spiritualitas. 

Setelah menyelesaikan novisiat di Boxmeer, Titus Brandsma melanjutkan studi di Zanderen. Pada tahun 1902, ia mengucapkan Kaul Kekalnya. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here