BAGI yang pernah mengunjungi Pemangkat, sebuah kota kecil di ujung utara Singkawang, Kalbar, pasti tidak asing dengan peninggalan-peninggalan gedung tua .
Salah satunya adalah bangunan Pek Kong (Pak Kung Miau) tua yang ada di sana.
Meskipun sekarang anda dapat mengunjunginya dan juga melihat banyak peninggalan tua, tahukah anda bahwa Pemangkat ini pernah mengalami peristiwa yang tak bisa dilupakan oleh masyarakat Pemangkat.
Bahkan sampai saat ini.
Catatan tentang sejarah Pemangkat
Beberapa catatan Pastor Malachias de Jong OFMCap tentang seputar umat Paroki Pemangkat kala itu tertulis antara lain sebagai berikut.
Catatan pertama: umat Paroki Pemangkat kala itu mudah terpengaruh oleh budaya, tradisi, adat istiadat, pemikiran dan pandangan nenek moyang (Tiongkok Daratan).
Setelah melihat gaya hidup keturunan Tionghoa di Pemangkat kala itu, demikian tulis Pastor Malachias de Jong OFMCap, mereka kala itu tampak masih kolot dan ketinggalan zaman.
Catatan kedua: Penduduk Pemangkat, khususnya keturunan Tionghoa kala itu, masih mudah terpengaruh oleh ideologi Tiongkok Komunis tentang paham anti agama, anti Barat, anti orang asing (non Tionghoa).
Peristiwa seputar tahun 1960 & 1965
Catatan Pastor Malachias de Jong OFMCap menyatakan bahwa saat itu Pasar Pemangkat sampai dua kali mengalami kebakaran besar.
Kebakaran besar pertama ada pada 1 Februari 1960. Kemudian disusul pada 11 September 1965.
Dampak dari peristiwa itu, banyak orang Tionghoa Pemangkat termasuk keluarga-keluarga Katolik pindah ke Singkawang, Pontianak.
Bahkan sebagian besar, khususnya mereka yang masih berstatus warga negara Tiongkok, memilih kembali ke tanah asalnya: Tiongkok.
Peristiwa Pemangkat
Menurut catatan Pastor Malachias de Jong OFMCap terjadi hal demikian ini.
Kurun waktu 1979-1980, Pemerintah Indonesia memberi kepada masyarakat Tionghoa Kalimantan Barat kesempatan untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
Yang terjadi kemudian, hampir 100% kesempatan itu digunakan oleh warga keturunan Tionghua untuk menjadi WNI. Terutama bagi orang-orang Tionghoa yang masih berstatus WNA.
Kesempatan ini jugalah yang membuka pintu bagi WNI untuk pindah ke Jakarta dan kota-kota lain di Jawa untuk bersekolah dan membuka usaha.
“Perpindahan besar-besaran inilah yang mengakibatkan jumlah umat Katolik di Pemangkat semakin berkurang,” demikian catatan P. Malachias de Jong OFMCap. (Berlanjut)