Sejenak Bijak: Walet Berkicau, “Happy Prince” Memuliakan Tuhan (3)

1
2,135 views

 

[media-credit name=”Google” align=”alignleft” width=”150″][/media-credit]SEPANJANG hari, si walet hanya duduk di bahu sang pangeran dan menceritakan hal-hal menarik yang pernah dia temui di negeri-negeri asing yang pernah dia kunjungi. Diceritakannya tentang sungai Nil, Sphinx, pedagang dengan unta mereka, dan binatang-binatang aneh yang dijumpainya.

Tetapi sang pangeran mengharapkan agar dia mau terbang keliling kota melihat situasi kehidupan masyarakat secara riil. Sang pangeran minta si walet agar kemudian menceritakan apa yang dilihatnya. “Tidak ada  hal yang lebih hebat daripada penderitaan manusia. Tidak ada  misteri yang lebih besar daripada kemalangan,” begitu sang pangeran menasehati.

Maka terbanglah si walet mengitari kota besar itu. Dia melihat orang-orang kaya di rumah megah mereka, sedangkan para pengemis duduk di gerbang. Dia terbang ke gang-gang kumuh dan mendapati wajah pucat pasi anak-anak yang kelaparan. Di bawah kaki jembatan dua anak tampak berbaring berpelukan untuk menahan dingin dan lapar mereka, tetapi diusir oleh penjaga di situ.

Semua itu dilaporkannya kepada sang pangeran.

[media-credit name=”Google” align=”alignleft” width=”150″][/media-credit]

Bela rasa

Sang pangeran memintanya untuk melepas lempengan-lempengan emas tipis di badannya dan kemudian membagikannya kepada orang-orang miskin. Helai demi helai emas yang terlepas dari tubuh sang pangeran membuat patung gagah itu kehilangan pesonanya. Namun demikian, belas kasih sang pangeran telah mencerahkan wajah anak-anak yang karena berkat mendadak itu kembali menemukan senyuman mereka yang telah lama hilang. Anak-anak kembali bermain di jalanan.

Tak terelakkan sejalan waktu berlalu, musim dingin membawa salju dan hujan es. Jalanan layaknya berlapis perak, berkilauan cerah, orang-orang mengenakan mantel bulu dan topi-topi hangat. Sedangkan si walet tambah kedinginan dari hari ke hari, tetapi dia bertekad tidak akan meninggalkan sang pangeran. Dicobanya menghangatkan diri dengan mengepakkan sayapnya.

Akhirnya dia tahu saatnya telah berakhir. Ia pun lalu  terbang ke bahu sang pangeran untuk terakhir kalinya dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya. “Bolehkah aku mencium tanganmu?,” bisiknya lemah ke sang pangeran.

Sang pangeran berseru riang mengira akhirnya si walet akhirnya bersedia menyusul teman-temannya ke Mesir yang hangat. “Ciumlah bibirku, karena aku menyayangi,” jawab sang pangeran.

“Tapi, bukan ke Mesir,” kata sang walet. “Aku akan ke rumah kematian yang tak lain adalah saudara sang tidur,” tambahnya.

Setelah berkata demikian, sang walet pun lalu mencium bibir sang pangeran dan kemudian jatuh mati di bawah kakinya.

Saat itu juga terdengar suara retakan dari dalam patung tersebut. Ternyata, hati sang pangeran yang terbuat dari timah tiba-tiba terbelah dua.

 

[media-credit name=”google” align=”alignleft” width=”150″][/media-credit] 

Patung retak

Keesokkan harinya,  sang walikota terlihat berjalan-jalan bersama para petinggi kota. Ketika mereka melewati patung tersebut, betapa terkejutnya mereka melihat penampilan patung sang pangeran sekarang. Sangat jauh dari kesan bahagia dan megah seperti semula. Sekarang patung itu lebih mirip patung seorang pengemis. Apalagi ditambah seekor mayat burung di dekat kakinya.

Diputuskanlah bahwa patung tersebut diturunkan segera. “Karena patung itu sudah tidak indah lagi, lalu apa gunanya tetap dipasang. Sebaiknya segera diturunkan saja,” demikian ceramah seorang profesor ahli seni terkemuka di kota tersebut.

Patung tersebut kemudian dilebur dalam tungku. Sang walikota mengadakan pertemuan untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dengan tembaga leburan tersebut. Rapat berakhir dengan pertengkaran. Mereka sepakat untuk membuat patung baru tetapi semua yang hadir menginginkan kehormatan menjadi sosok patung tersebut.

Anehnya hati yang retak itu tidak mampu dileburkan oleh tukang bakar sehingga dia membuangnya ke tumpukan sampah dimana mayat si walet berada.

Nah, ketika Tuhan meminta kepada salah satu malaikatnya untuk membawa benda yang paling berharga di kota tersebut, malaikat tersebut memilih hati retak dan mayat burung tersebut.

“Pilihan yang tepat,” puji Tuhan. “Di dalam surgaku, si walet kecil akan berkicau riang dan sang pangeran akan bahagia memuliakan namaKu,” kata Tuhan.

Royani Lim, bekerja di lembaga nirlaba di Jakarta.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here