Pengantar Redaksi:
Tulisan di bawah ini kami dapatkan dari sebuah milis katolik. Kami tidak tahu siapa penulis awal kisah sharing ini dan kami sangat berterima kasih karena sharing blak-blakan ini akan membuka wajah asli anak-anak remaja yang masih duduk di bangku sekolah sekarang ini.
Kami tayangkan untuk para pembaca sekalian agar mewaspadai tingkah laku anak-anak remaja kita.
Menurut si penulis awal kisah sharing ini, tulisan yang dia kerjakan ini mungkin tidak akan mudah diterima oleh hati, karena isinya yang mengejutkan sekaligus menyedihkan. Saya, demikian penulis asli yang tidak diketahui namanya ini, mengaku mendapatkan kisah sharing ini dari seorang kawannya yang mengikuti sebuah seminar dengan pembicaranya: Ibu Elly Risman MPsi. Meskipun cukup panjang, tapi isinya perlu diketahui oleh semua orangtua yang peduli pada anak-anaknya dan kita semua menjadi waspada akan apa yang terjadi di sekitar kita.
Selanjutnya, kata sang penulis yang sama, kita bisa mengambil langkah preventif agar kejadian yang sama tidak menimpa buah hati kita tercinta. Kuatkan hati Anda dan silakan menyimak catatan dan sharing yang berharga dari kawannya yang juga tidak diketahui namanya ini.
——————-
DARI seminar 30 Oktober 2010 di Kemang Village, Jakarta.
Pembicara: Elly Risman MPsi dari Yayasan Buah Hati
Inilah isi sharing kisah dari salah satu peserta seminar tersebut:
Seminar dibuka dengan layar presentasi yang menayangkan contoh SMS anak sekarang dengan bahasa membingungkan yang kini disebut bahasa alay.
Mungkin Anda berpikir, alaaah…SMS alay kan bisa dibaca, meskipun bikin mata dan otak kerja keras dulu untuk tahu maksudnya. But NO! Tidak satu pun dalam ruangan itu yang bisa membaca SMS di layar.
Ternyata SMS itu harus dibaca harus dengan posisi HP terbalik (bagian atas HP menjadi bagian bawah)
Dan –siap-siap kaget– isinya adalah: ”Hai, sayang, aku kangen nih. Udah lama kita GA ML (Making Love, alias bersetubuh), Yuk, mumpung bonyok lagi pergi, yuk kita ketemuan…”
Seisi ruangan seminar langsung heboh.
Pembicara pun menjelaskan, “SMS sayang-sayangan anak sekarang sudah bukan lagi ‘I love you’ atau ‘I miss you’, tapi ‘Udah lama GA ML (making love)’.
Ini baru awal seminar, tapi mata semua peserta sudah melotot lebar. Selanjutnya, pembicara menegaskan bahwa anak-anak kita hidup di era digital. Banyak isi media elektronik dan cetak yang bisa diakses anak-anak, namun sebenarnya mengandung unsur pornografi.
Pornografi bisa ‘mendatangi’ anak-anak kita melalui games, internet, ponsel, TV, DVD, komik maupun majalah
1. Games: Berdasarkan penelitian, games pada abad ke-21 menampilkan gambar yang lebih realistis, pemain bisa memilih karakter apa saja yang tak ada di dunia nyata. Games juga menuntut keterampilan lebih kompleks dan kecekatan lebih tinggi. Ini semua memberikan tingkat kepuasan dan kecanduan yang lebih besar.
Catatan dari pembicara: Super hati-hati dengan games anak-anak Anda.
- Ada games action yang berisi permainan tembak-tembakan, namun ternyata jika anak kita berhasil mencapai level akhir, bonus di akhir levelnya adalah ML dengan PSK.
- Ada games role playing yang inti permainannya adalah tentang bagaimana ‘memperkosa paling asyik’! Anak bisa memilih perempuan model apa yang diinginkan –si perempuan tidak berbusana—lalu tinggal pilih bagian tubuh mana yang mau dipegang pertama kali. Cursor berbentuk tangan yang digerakkan oleh anak-anak kita.
Seisi ruangan seminar langsung heboh lagi.
Untuk menghindarinya, pikir baik-baik jika Anda ingin membelikan games untuk anak dan bila anak membeli games sendiri atau meminjam games dari teman. Hati-hati jika di depan sekolah anak-anak atau di sekitar lingkungannya ada warnet. Jenis games yang ada sangat murah dan gampang didapat. Jenisnya sudah di luar perkiraan kita
2. Internet: Situs porno bertebaran di dunia maya. Jangan salah, pembuatnya terkadang anak-anak kita juga. Bahkan untuk mendapatkan uang, mereka menjual video seks mereka sendiri.
Kami ditunjukkan ribuan video seks yang gampang diperoleh lewat internet.
Catatan dari pembicara:
- Siapa bilang ML harus telanjang dan harus di tempat tidur/hotel? Kami ditunjukkan sekilas video ABG berseragam SMP, sedang ML di tangga dan berpakaian lengkap.
- Hamil? Siapa takut? Bisa aborsi.
3. Ponsel: Video-video seks tersebar dengan mudah melalui ponsel. Kapasitas ponsel yang besar memungkinkan si pemilik menyimpan file-file berukuran besar seperti video dan gambar porno. Anak Anda bersih? Bisa jadi dia medapat kiriman gambar/video dari temannya.
Pembicara kami, Ibu Elly, pernah didatangi seorang ibu yang syok karena menemukan gambar vagina seseorang di BB-nya. Setelah ditelusuri, itu milik temen sekolah (perempuan) putranya, yang sering meminjam BB beliau.
4. Televisi: Program TV yang masih pantas ditonton bisa dihitung dengan satu tangan. Lainnya adalah program pembodohan, hantu, kekerasan dan pornografi. Jangan salah, iklan pun bisa menyesatkan. Selain itu, jangan anggap enteng sinteron/film Korea/Jepang! Lama-lama anak bisa ‘tercuci otak’ dan terbiasa dengan kekerasan atau seks bebas.
5. Komik. Ya, komik memang bergambar kartun. Tapi soal cerita, ada komik-komik tertentu yang tidak kalah ‘seram’ dari novel porno. Bahkan lebih mengerikan karena didukung dengan gambar. Gambar sampul depan bisa jadi tidak menyiratkan kepornoan apa pun. Tapi di dalamnya, ujung ceritanya ternyata tentang seks bebas.
Dari survei yang telah dilakukan pembicara, salah satu judul games, komik, dan DVD yang masuk dalam kategori ‘bahaya’ adalah NAR***. Hati-hati!
Apa tujuan semua ini? Apa yang ‘mereka’ inginkan dari anak-anak kita?
- Yang mereka inginkan, anak dan remaja kita memiliki mental model porno.
- Agar anak-anak kita mengalami kerusakan otak permanen, yang hasil akhir yang diincar adalah incest (hubungan perkawinan sesama saudara kandung atau punya hubungan sedarah lainnya: sepupu)
- Sasaran tembak utama adalah anak-anak yang belum baligh. Jika anak-anak ini sudah mengalami 33-36 ejakulasi, mereka akan menjadi pecandu pornografi. Merekalah pasar masa depan bagi industri pornografi: perfilman, majalah, musik, jaringan TV kabel, pembuat dan pemasar video games.
Proses kecanduan dan akibatnya
- Di dalam otak ada bagian yang disebut Pre Frontal Cortex (PFC). PFC adalah tempat dibuatnya moral, nilai-nilai, rasa bertanggung jawab untuk perencanaan masa depan, organisasi, pengaturan emosi, kontrol diri, konsekuensi dan pengambilan keputusan. PFC akan matang pada usia 25 tahun.
- Sekali anak mencoba kenikmatan semu, maka ia akan kebanjiran hormon dopamin (hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus). Akibatnya ia akan merasa senang, tapi kemudian dalam hatinya timbul perasaan bersalah.
- Saat anak merasa senang (kebanjiran dopamin), ia akan terganggu dalam: membuat analisa, penilaian, pemahaman, pengambilan keputusan, makna hubungan, dan hati nurani. Akibatnya, spiritualitas atau imannya akan terkikis. Anak pun ‘tumbang, memilliki mental model porno yang bisa saja berujung pada incest.
- Narkoba ‘hanya’ akan merusak tiga bagian otak, tetapi pornografi/seks akan merusak lima bagian!
Kelalaian kita sebagai orangtua
- Selama ini telah terjadi kesalahan budaya karena ada pemahaman bahwa yang mengasuh anak hanya ibu. Ayah mencari nafkah saja. Bila memang perlu, baru lapor ayah. Ini salah besar. Keluarga Indonesia memerlukan revolusi pengasuhan.
- Orangtua kurang menghabiskan waktu dengan anak dan hanya menjadi weekend parent. Anak diikutkan les sana sini. Pertanyaan orang tua ke anak hanya ‘Bagaimana les-nya tadi? Nilaimu berapa, Nak? Kamu nggak bolos, kan?Kamu bisa ngerjain ujian hari ini?’ Akibatnya, anak-anak menjadi BLASTED (Boring, Lazy, Stressed).
- Orangtua merasa cukup menyekolahkan anak-anak di sekolah berbasis agama. Penerapannya? Nol besar! Orangtua berbaju tertutup, tapi anaknya main ke mal hanya memakai rok mini dan tanktop.
- Orang tua terkadang hanyut dalam tren. Melihat teman-teman anak di sekolah punya iPod, anak buru-buru dibelikan iPod juga. Orang tua malu karena anaknya hanya punya ponsel jadul yang cuma bisa SMS dan telepon? Anak pun dibelikan BB paling mutakhir.
- Orangtua bisanya memfasilitasi anak dengan gadget terkini, tapi gagap teknologi alias gaptek. Buktinya, baca SMS alay saja nggak bisa! Bagaimana mau mengawasi anak? Karena itu, jadi orang tua harus gaul dan pintar.
- Orangtua membelikan anak gadget/perangkat teknologi tanpa tahu akibat negatifnya.
PS: Kami berterima kasih atas paparan Ibu Elly dan sharing dari peserta seminar yang blak-blakan demi pendidikan moralitas anak-anak oleh masing-masing orangtuanya.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)