Jumat, 15 November 2024
2Yoh 4-9;
Mzm 119:1.2.10.11.17.18.
Luk 17:26-37.
DI dalam hidup beragama, sering kali kita terjebak dalam kerumitan dan ketegangan, seolah-olah keselamatan kita bergantung pada usaha keras dan keseriusan yang berlebihan.
Kita merasa harus melakukan segalanya dengan sempurna agar diterima oleh Tuhan. Namun, Yesus mengajak kita untuk memandang hidup dalam iman dengan lebih ringan dan damai, mengingatkan kita bahwa keselamatan bukanlah hasil dari kekuatan atau kemampuan kita sendiri, melainkan karunia dan kuasa-Nya.
Yesus mengajarkan agar kita tidak takut menghadapi apa pun, termasuk hal-hal yang tampak mengerikan atau menakutkan.
Dia mengingatkan bahwa di setiap tantangan dan kekhawatiran, kita bisa bersandar pada Tuhan, yang selalu setia dan penuh kasih.
Menghadapi kehidupan dengan penuh ketenangan dan keyakinan berarti meletakkan seluruh kehendak kita di tangan-Nya.
Saat kita percaya sepenuhnya pada kehendak Tuhan, kita tidak lagi terbebani oleh ketakutan atau kecemasan yang berlebihan.
“Saya harus berpisah dengan ‘Pepi’ (anjing pastoran yang sudah lebih delapan tahun) menjaga pastoran 24 jam sehari,” kata sahabatku.
“Pak satpam, berjaga delapan jam sehari, dan ada hari libur namun Pepi tidak pernah libur, selalu berjaga. Bukan kesetiaannya yang membuat dia harus pergi dari pastoran. Namun karena telah menggigit atau mencakar kaki orang.
Pepi, anjing yang pintar dan pemburu andal, hingga karena nya, tidak ada tikus di kompleks gereja dan pastoran. Tidak ada kucing yang berani masuk kompleks gereja.
Pepi menjadi jaminan keamanan, kebersihan dari tikus dan binatang lainnya. Dan kini jaminan itu sudah tidak ada. Pepi harus pergi karena jasa dia tidak pernah dilihat dan kesalahannya dianggap cukup besar hingga dia harus pergi.
Belajar dari Pepi, sebaik apa pun kita jangan pernah berharap selalu diterima orang lain, karena kesalahan kecil saja bisa menghapus semua kebaikan yang telah kita berikan.
Padanglah keselamatan dan keamanan atas nama Tuhan bukan pada sesama apalagi pada seekor anjing,” ujarnya
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.”
Sabda Tuhan ini, mengajak kita untuk merenungkan makna sejati dari kehidupan dan apa artinya hidup dalam kepenuhan bersama Tuhan.
Kita sering terjebak dalam usaha keras untuk mempertahankan hidup sesuai dengan keinginan kita sendiri.
Kita berusaha sekuat tenaga untuk meraih sukses, kebahagiaan, dan kekuasaan, seolah-olah kita bisa sepenuhnya mengendalikan takdir kita.
Tetapi, semakin kita berjuang untuk mengamankan hidup ini, semakin kita merasa kehilangan makna dan damai yang sejati.
Yesus menunjukkan bahwa kehidupan sejati justru ditemukan saat kita melepaskan kontrol sepenuhnya kepada Tuhan.
“Kehilangan nyawa” di sini berarti menyerahkan seluruh keinginan, ketakutan, dan tujuan pribadi, serta belajar mempercayakan segala sesuatu pada-Nya.
Ketika kita berani kehilangan “diri” kita, kita membuka hati dan jiwa untuk menerima anugerah hidup yang penuh dari Tuhan, hidup yang bukan lagi tentang ambisi dan rasa aman, tetapi tentang kasih, pengampunan, dan sukacita yang sejati.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku rela berkorban demi kebaikan hidup bersama?