PEKERJAAN saya sebagai ‘kuli data’ mengharuskan saya memiliki mobilitas yang tinggi. Pergi dari rumah ke rumah, berangkat dari desa ke desa atau bahkan menuju kecamatan lainnya. Tak hanya jalanan beraspal, tanah liat atau pasir, jalur sungai pun harus tetap ditempuh.
Sepeda motor menjadi teman sehari-hari dalam melintasi setiap km perjalanan saya. Jalan yang sering saya lewati adalah jalan raya jalur luar kota. Bisa dibayangkan betapa banyaknya kendaraan bermotor yang lewat: motor, mobil dan juga truk, bus atau bahkan alat berat. Biasanya di jalur luar kota ini pengemudi memicu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan kita mesti ekstra hati-hati.
Mungkin sudah menjadi kebiasaan bagi saya bersepeda motor di jalur luar kota dengan ruas jalan yang sempit dan kondisi jalan yang agak berlubang sejauh 30 km pulang pergi, menuju desa-desa yang sinyal ponselnya sangat lemah atau menyeberang sungai dengan perahu penyeberangan (dua perahu dijadikan satu,di atasnya diikatkan kayu-kayu supaya sepeda motor, manusial bisa diangkut). Mengalah dengan supir-supir truk dan bus serta pengendara lain yang melaju kencang sering saya lakukan.
Tak jarang saya mendengar cerita dari supir-supir travel yang sering saya tumpangi bahwa ada titik-titik tertentu yang merupakan titik berbahaya, titik maut, dimana di tempat-tempat tersebut sering sekali terjadi kecelakaan yang memakan korban jiwa. Sering juga ketika sedang dalam perjalanan, saya melihat kecelakaan lalin itu sendiri.
Untung saja, saya tidak berangkat lebih awal karena mungkin saja saya yang menjadi korbannya. Beberapa kali saya mendengar ada kecelakaan lalu lintas dan ternyata itu adalah jalanan yang baru saja saya lewati. Jika saya terlambat sedikit saja, sekali lagi mungkin saya yang menjadi korbannya. Untungnya saya selamat, saya diselamatkan Tuhan dan saya selalu bersyukur.
Saya sering pakai ini ke salah satu desa kalau jalanan darat lagi banjir. Kabar terakhir di kecamatan lain, kayu-kayu perahu semacam ini patah jadi dua, sepeda motor tenggelam dan memakan 2 korban jiwa, salah satunya seorang kapolsek.
Belajar bersyukur
Rutinitas terkadang membuat kita tidak menyadari banyak hal atau hal tersebut tampak biasa saja di mata kita. Hanya hal kecil. Perjalanan ketika bekerja misalnya bisa jadi hal yang biasa saja. Kecelakaan di jalan raya bisa jadi hal kecil yang bisa kita jumpai kapan saja. Namun, kita lupa di antara banyak kejadian kecil dan biasa seperti itu, ternyata kitalah yang menjadi bagian terbesarnya yaitu ketika kita sadar bahwa kita masih selamat, kita diselamatkan.
Apa pun dan bagaimana pun pekerjaan kita, pasti memiliki risiko masing-masing. Yakinlah bahwa Tuhan yang mengatur setiap langkah hidup kita. Percayalah bahwa kita selalu aman dalam perlindungannya dan bersyukurlah karena kita selalu menjadi bagian dalam karya besar penyelamatannya dan saya bersyukur saya dan anda semua diselamatkanNya..
Semoga…
”Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya Tuhan; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai.’ (Mz 5:13)
Tautan:http://albhum2005.com