DUNIA makin rusak.
Romo Ferry Sutrisna Widjaja Pr mengutippendapat aktivis lingkungan muda dari Swedia Greta Thuberg, mengatakan di forum Indonesia Youth Day 2023 bahwa kini hanya tersisa waktu tujuh tahun saja sebelum 2030 bila kita berbuat sesuatu yang berarti untuk menyelamatkan Ibu Bumi dan melestarikannya sebagai “ibu” dan tanah dari mana kita semua berpijak hidup.
Pidato lengkap Greta Thunberg yang diucapkan empat tahun lalu – waktu usianya 16 tahun – di depan parlemen di Eropa bisa dilihat di link berikut: https://www.theguardian.com/environment/2019/apr/23/greta-thunberg-full-speech-to-mps-you-did-not-act-in-time
Greta dengan bersemangat mengajak agar para petinggi dunia segera bergerak, “kita harus mulai memperlakukan krisis seperti krisis – dan bertindak bahkan jika kita tidak memiliki semua solusinya.”
Bila tidak berbuat sesuatu, demikian keyakinan Greta, maka tidak ada masa depan cerah buat generasinya. Dunia terkorupsi dengan keserakahan generasi sebelum-sebelumnya.
Mulai dari mana?
Apakah itu gertak sambal atau bukan, kita semua bisa melihat kerusakan di sekeliling kita.
Cuaca yang tidak bisa diprediksi seperti zaman dulu, alam yang kadang tampak tidak bersahabat malah memusuhi kita, suhu panas yang tidak menyenangkan, sampah menggunung yang tidak elok di mata apalagi di hidung hanya sekedar sedikit contoh.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Mulai dari mana? Mudah-mudahan banyak yang mulai gelisah dan bertanya – sekedar bergumam dalam hati ataupun menanyakan kepada sekitarnya.
Jawabannya sebenarnya simpel dan itu semacam jawaban master untuk segala perubahan yang ingin kita harapkan dalam hidup: mulai dari diri sendiri.
Mulailah dari diri sendiri
Tak perlu mengomeli orang lain. Apalagi menghakimi. Karena kita bukan hakim dan kita bukan orang Farisi.
Solusi yang terdekat dengan kita berarti di tempat tinggal.
Salah satu gerakan yang bisa kita tiru adalah zero waste. Zero waste adalah gerakan untuk tidak menghasilkan sampah dengan cara mengurangi kebutuhan, menggunakan kembali, dan mendaur ulang. Salah satu aspeknya adalah pengolahan sampah kita.
Program zero waste mengurangi sampah rumah tangga terutama sampah organik. Gaya hidup zero waste mendukung kita dalam meminimalisasi sampah yang akan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) agar tidak menggunung. Karena gunungan sampah tidak hanya buruk di mata dan hidung tetapi sampah tersebut mengeluarkan emisi gas berbahaya bagi lingkungan.
Tong sampah zero waste
Salah satu solusi yang relatif mudah dilakukan adalah menyediakan satu tong daur sampah.
Sampah organik yang dihasilkan tiap hari dibuang ke dalam tong tersebut. Disemprotkan eco enzyme untuk membantu proses pembusukkan sampah tersebut. Eco Enzyme juga mengurangi bau sampah yang ditimbulkan.
Apa itu eco enzyme dan cara pembuatannya bisa dibaca di artikel berikut https://www.sesawi.net/lingkungan-hidup-dan-persampahan/
Tong sampah komposter ini biasanya ada lubang saluran di bagian bawah untuk mengeluarkan cairan lindi dari proses komposing yang terjadi. Cairan kompos yang baik tidak akan berbau sampah tetapi seperti bau tanah. Kompos cair ini menjadi pupuk organik yang bermanfaat bagi kebun atau tanaman kita. Ataupun kalau kita tak punya tanaman, siramkan ke taman atau tanah yang dilewat, atau dituang di got air supaya mengalir ke tanah yang membutuhkan.
Ada berbagai jenis tong komposter yang dijual di pasaran, atau bisa juga dibuat sendiri karena sistemnya sebenarnya sederhana.
Di komunitas pembuat eco enzyme ada yang menyediakan tong biru komposter kapasitas 35 liter seharga 150 ribu. Ada yang lebih kecil dan simpel kapasitas 20 liter seharga 65 ribu.
Seandainya tiap rumah tangga memiliki satu tong komposter maka persoalan sampah akan setengahnya selesai.
Paroki bisa mulai gerakan ini dengan menyediakan tong komposter untuk umat dengan harga terjangkau atau disubsidi. Gerakan sederhana yang manfaatnya besar.