SESUDAH perjalanan maraton rute Manado-Jakarta-Singapura plus puasa untuk persiapan tes darah, disertai pelbagai perasaan bertemu dokter ahli jantung, dengan tes treadmill, EKG, dan seabreg program lainnjya, maka lengkap sudah menu kelelahan, keletihan fisik dan psikis. Malam itu, kami turun ke Orchard Road. Wow, sebuah malam yang lain dari yang lain, di sepanjang jalan ini yang telah berubah menjadi Christmas Village.
Di depan Paragon, berdiri gagah berbagai pohon Natal dengan lampu nan indah; setiap mall dan gedung berselimutkan kelap-kelip. Sebuah panggung terbuka dengan anak muda di atas pentas, menyajikan rangkaian lagu-lagu Natal, sementara pengunjung dan para pejalan kaki berhenti bergerombol menikmati sajian dan atraksi mereka.
Pesan-pesan Natal, ajakan-ajakan damai, pengharapan dan sukacita begitu lembut disampaikan. Sementara itu, beberapa anak gadis tanggung, berjalan mengumpulkan sumbangan, untuk anak-anak yang lebih malang di negara-negara Asia. Wow, gelimang pesta jalanan ini ternyata memikirkan anak-anak yang lebih malang, ya anak-anak kita.
Di seberang jalan, di depan Takashimaya, terdapat gua Natal raksasa, khusus Keluarga Kudus, kemudian sebuah panggung pentas dengan para gembala dan malaikat. Sebuah tulisan kisah Natal, mengapa merayakan Natal, ramalan Yesaya dipampangkan sehingga setiap pejalan kaki bisa mengetahui, apa yang dirayakan pada pesta Natal ini.
Di panggung pentas ini, bergantian naik turun para pengisi acara, berupa lagu, dramatisasi atau narasi natal, dari pelbagai kelompok denominasi, termasuk dari Katedral Singapura. Bahkan kelompok etnis dilibatkan, dari dalam maupun luar negeri. Sekelompok anak muda dari Amerika Latin dan dari Papua, Indonesia, mempersembahkan tari, mengisahkan penantian akan Sang Mesias dan bagaimana merayakan pesta Natal di daerah asal mereka.
Selain itu, terdapat sekian banyak hiasan Natal raksasa, entah berupa pohon-pohon natal dengan pelbagai kreasi, di mana para pengunjung berbaur dan berebutan berfoto ria. Menarik sekali, beberapa ibu bersama keluarga turut berpose untuk berfoto; semua penuh senyum dan tanpa malu-malu. Ya, pelbagai suku, bangsa, agama/keyakinan berbaur di Christmas Village ini, sementara lagu-lagu Natal terus berkumandang dan kelap-kelip di sepanjang jalan ini mengingatkan akan padang Efrata. Damai bagi semua, damai bagi dunia, damai bagi segala bangsa.
Terkenang Indonesia
Sementara menikmati semuanya ini, teringatlah sejenak akan negeriku. Oh ya, sebagian besar pejalan kaki di sini ternyata berbahasa Indonesia. Oke, kembali ke ‘laptop’: teringat negeri sendiri…
Negeriku sayang, negeriku malang: Ketika ada issue sebuah majelis mau mengharamkan acara Natal bersama yang melibatkan sesama saudara beragama lain; ketika ada sekelompok warga yang tak mengizinkan penempatan simbol-simbol Natal di tempat umum; ketika ada sekelompok saudara dilarang beribadah Natal di daerah tertentu; ketika ada simbol iman yang dipreteli dan dirusak, saya jadi tergoda lebih menyukai negeri tetangga ini.
Mungkin akan semakin banyak orang datang menikmati Natal di Christmas Village ini, apa pun agamanya. Sebab, siapakah yang tak mendambakan damai di hati, damai di bumi, damai di hidup? Namun speetti bunyi pepatah tua: hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri… Jadi?
Damai Natal yang sederhana
Semoga damai Natal turun di negeriku ini. Semoga damai Natal terbit di negeri ini. Mari kita mulai, mungkin bukan dengan teriakan besar atau patung besar di jalanan seperti di Jl. Sudirman atau di Bundaran HI, seperti di Orchard Road ini, tetapi mulai dengan senyum, pada tetangga terdekat, di lorong, di jalan, di tempat kerja, di kompleks perumahan kita. Mungkin para imam, khususnya di daerah mayoritas mempunyai kiat khusus menghadirkan damai Natal di daerahnya, dengan pemerintah tinggi pun lokal, dengan tetangga non kristen terdekat.
Damai, damai, datanglah. Damai, damai lahirlah, mulai dari kampung kita, dari RT/RW kita; di sanalah “Christmas Village” kita. Ah, jika tiap village kita dipenuhi damai, seantero negeri pun akan ditandai damai.
Transeamus usque Betlehem, menuju Christmas Village kita, masing-masing.
Ditulis oleh Romo Terry Ponomban Pr, Direktur KomKat Keuskupan Manado,