Semangat Natal Yang Hilang

0
2,096 views

DERING lagu MALAM KUDUS dari sebuah handphone seseorang di perpustakaan yang sunyi dan dingin menyentak konsentrasi belajarku meski senja sudah lama terbenam.

Lagu itu….. lagu yang sangat indah, penuh dengan seribu kenangan tentang kehangatan natal.

Lagu indah itu sudah lama sekali tidak aku nikmati dengan hatiku.

Sebagai seorang pastor pelajar, bulan Desember adalah bulan yang penuh tekanan, di mana tumpukan diktat-diktat kuliah dalam berbagai macam bahasa kuno seolah mengubur dalam-dalam semangat Natalku. Ujian di bulan Januari sudah mengintai bagai singa buas yang kelaparan mencari mangsa. Kesendirianku jauh dari keluarga dan sahabat juga menambah keengananku menikmati suasana Natal yang penuh dengan suka ria kegembiraan serta canda tawa.

Kuputuskan untuk berhenti sejenak dari belajarku. Dengan jaket tebal plus pakaian berlapis-lapis di dalamnya, aku pun memberanikan diri melangkahkan kaki ku menembus pekatnya malam, entah ke mana aku pun tak tahu. Bis pertama yang kujumpai membawaku ke lapangan sekitar basilika Santo Petrus.

Meski hari sudah larut, masih bisa kutemui beberapa pasang turis asing yang menikmati indahnya pemandangan Kota Roma di malam hari.

Dingin….menggigil, sunyi dan sepi, hanya beberapa saja mobil lalu lalang. Angin dingin menerpa wajahku dan menemaniku berjalan tanpa tujuan. Di siang hari, tempat ini selalu ramai dengan berbagai macam pedagang-pedagang benda-benda rohani, ribuan turis lalu lalang dengan decak kagum mereka akan kemegahan gedung basilika terbesar di Kota Roma.

Namun di malam hari, keadaannya berubah seperti halnya kota mati. Emperan-emperan toko barang mewah dengan merk-merk terkenal, kini berubah menjadi tempat-tempat tidur para gelandangan. Dengan tumpukan kardus bekas dan selimut tebal yang menutupi tubuh mereka, mereka merebahkan diri untuk beristirahat di tengah dinginnya malam, setelah seharian mengemis mengandalkan kebaikan hati para penderma. Aku bertanya dalam hatiku: “Wahai saudaraku, apakah Natalmu akan sesuram Natalku?”

Kutelusuri gang-gang sempit dalam keremangan lampu kota. Di ujung jalan kulihat seorang ibu tua dengan cucunya yang masih berumur kira-kira 10 tahun. Dari raut wajah mereka sekilas kumelihat, mereka bukanlah orang-orang gipsy yang suka mengemis dengan memaksa orang lewat untuk memberi mereka uang.

Kulihat mereka berdua kedinginan, karena mereka hanya mengenakan satu baju tebal saja. Aku bertanya kepada si anak yang sedari tadi memandangi wajahku: “Hai temanku, apakah kamu sudah makan?” Dengan takut-takut ia mengelengkan kepalanya. Wajahnya polos dan lugu, tidak seperti para pengemis gipsy yang sering aku lihat di jalan-jalan. Aku merogoh jaketku, ternyata masih ada sebungkus roti yang memang aku bawa untuk menahan laparku di malam hari.

Lagi-lagi anak itu takut-takut menerima roti kecil pemberianku. Setelah aku berhasil meyakinkannya, ia pun berani mengambil roti itu dari genggamanku. Sayup perlahan kudengar suaranya berkata: “Grazie”, yang artinya terima kasih. Begitu ia menerima roti pemberianku, ia berlari menuju neneknya yang sedang duduk di kejauhan. Aku melihat, anak itu memberikan roti itu kepada neneknya. Oh…pasti nenek itu juga belum makan, pikirku….andai aku membawa 2 bekal roti tadi, begitu batinku.

Kulihat nenek itu menolak pemberian cucunya, sambil menyuruh cucunya untuk makan roti itu, tetapi si anak tadi tetap memaksa neneknya untuk makan. Kulihat…. roti kecil yang harganya tidak seberapa itu, sekarang berada di antara 2 pasang tangan, dan mereka saling dorong mendorong, membiarkan salah satu dari mereka untuk makan roti itu.

Pemandangan itu terus berkecamuk di dalam batinku dalam perjalanan pulang ke asrama. Bagai benih kering di atas tanah yang tersiram embun pagi hari, mata hatiku pun terbuka. Semangat Natal yang telah lama mati kini tumbuh kembali dengan merekah.

Semangat Natal adalah tindakan berbagi kepada sesama yang lebih membutuhkan, pengorbanan-pengorbanan sederhana dalam kehidupan sehari hari yang bertujuan demi kebahagiaan orang lain, bukan melulu demi kebahagiaan sendiri. Persis itulah yang dilakukan Allah dengan turun ke dunia, suatu pengorbanan demi kebahagiaan manusia.

Semangat itulah yang mendasari orang untuk saling bertukar kado di hari natal, untuk saling mengunjungi, untuk saling berbagi dalam Amplop Aksi Natal, untuk saling menyapa dan memberi selamat. Bila semangat itu hilang, maka semua acara Natal akan menjadi hambar dan sia-sia belaka, tidak lebih seperti upacara keagamaan yang kering tanpa makna.

Saudara-saudariku terkasih, temukan kembali Semangat Natalmu. Rasakan dan syukuri dengan penuh terima kasih. Semangat Natal dalam hatimu, bagai lilin-lilin kecil yang menyala menerangi gelapnya dunia. Dia, Sang Terang Dunia telah hadir di tengah dunia, menerangi hatiku dan juga pasti hatimu. Biarlah hati kita menjadi terang bagai lilin-lilin kecil yang mewarnai malam, begitu hangat dan syahdu.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here