DALAM satu sesi seminar setengah hari di kampus ATMI Cikarang hari Sabtu tanggal 21 November 2015 lalu, mantan CEO Kompas-Gramedia Group Agung Adiprasetyo berbagi tips tentang bagaimana menyiapkan diri songsong pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kepada segenap mahasiswa-mahasiswi ATMI Cikarang, Agung memulai paparannya dengan sebuah perbandingan atas kisah sukses yang pernah dialami perusahaan elektronik Jepang “Sony”, pesaingnya dari Korea “Samsung”, dan perangkat HP yang dulu pernah mendunia yakni “Nokia”. (Baca: Songsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bersama Agung Adiprasetyo dan Winoto Doeriat
Perusahaan elektronik “Sony” asal Jepang dibangun oleh Masaru Ibuka, mantan operator radio saat berkecamuk Perang Pasifik melanda kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Kisah suksesnya berawal usai Perang Pasifik berakhir tahun 1945 dan dalam kurun 58 tahun, “Sony” berhasil menjadi raja elektronik di panggung bisnis dunia pada tahun 2003. (Baca: Songsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bersama Agung Adiprasetyo dan Winoto Doeriat)
Sementara, pesaingnya dari Korea Selatan yakni “Samsung” bermula dari sebuah perusahaan produksi hasil pertanian. Baru mulai tahun 1969, “Samsung” mulai memroduksi alat-alat elektronik dan pada tahun 2005 berhasil ‘menyalip’ kejayaan “Sony” di pasar global di bidang elektronika.
Satu kisah menarik terjadi pada pabrikan elektronik asal Swedia, yakni “Nokia”. Dua dekade lalu, hampir semua orang Indonesia mengakrabi HP bermerek “Nokia”. Kini, orang sungguh tak mengira kalau HP keluaran Swedia ini sudah sangat jarang dipakai oleh orang-orang Indonesia.
Pelajaran penting yang bisa diambil dari tiga kisah berbeda itu, demikian papar Agung Adiprasetyo, adalah kenyataan bahwa roda bisnis itu selalu berputar sangat cepat. “Kini, dalam dunia kerja, orang tidak bisa lagi bilang sudah punya pengalaman banyak sebagai nilai plus. Baik-tidaknya mutu kerja akan terbukti di lapangan,” kata Agung.
Menang tua dan menang pengalaman menjadi nisbi, kalau melihat sejarah ‘persaingan’ antara produk elektronik Jepang “Sony” dengan pesaingnya dari Korea yakni “Samsung”.
Pabrikan Jepang “Sony” butuh waktu 58 tahun untuk merebut pasar dunia dan menjadi nomor satu pada tahun 2003; namun “Samsung” hanya butuh 30 tahun untuk merebut pasar dunia dan menjadi nomor satu pada tahun 2005. Berikutnya, datanglah produk-produk iPhone yang juga mendunia dan berhasil menggeser posisi “Samsung”. Kini, kedua raksasa dari dua belahan dunia berbeda itu saling berkompetisi merebut pasar global.
Nah, demikian papar Agung, di dunia bisnis yang penuh dengan persaingan sangat ketat ini, tidak ada istilah lagi memang umur dan menang pengalaman. “Waktu dan lapanganlah yang akan menguji apakah kita siap atau tidak,” kata Agung.
Satu hal lain lagi, tambahnya kemudian, “Kita tidak bisa duduk tenang. Harus senantiasa mencari inovasi-inovasi baru agar tidak ‘disalip’ oleh kompetitor kita.”
Paparan menarik Agung Adiprasetyo ini terjadi dalam sesi seminar setengah hari di Kampus ATMI Cikarang dan merupakan forum hasil kolaborasi bersama antara ATMI Cikarang bersama mitra kerjanya yakni Yayasan Sesawi (Sesama Sahabat Warga Ignatian)
Kredit foto: Royani Lim/Sesawi.Net