NARASUMBER berikutnya dalam seminar menyongsong pasar global di ATMI Cikarang ini adalah Dr. Aloysius Winoto Doeriat, pakar manajemen dan presiden komisaris PT Asuransi Ramayana. (Baca: Songsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bersama Agung Adiprasetyo dan Winoto Doeriat)
Salah satu pembina di organ Yayasan Sesawi ini mengawali paparannya dengan berkisah dari perjalanan hidup alm. Bob Sadino, perintis dan pendiri pasar swalayan KemChick, yang secara pribadi dikenalnya sejak tahun 1970-an. (Baca: Seminar Sambut Pasar Global: Kenali Dirimu dan Tujuan Hidupmu Secara Jelas (4)
Awal sekali, kata Winoto Doeriat, pemilik nama asli Bambang Mustari Sadino namun yang kemudian dikenal sebagai Bob Sadino itu adalah seorang pedagang telor eceran yang berkeliling dari rumah ke rumah di kawasan Kemang. Sebagaimana diketahui oleh orang Jakarta, kawasan Kemang di bagian selatan Ibukota ini sejak dulu sudah menjadi kawasan elit dimana banyak kaum ekspatriat tinggal.
MElihat potensi pasar kaum ekspatriat tersebut, demikian papar Winoto Doeriat, alm. Bob Sadino sekali waktu berujar: Bagaimana caranya menciptakan peluang layanan prima kepada orang-orang asing ini? Maka, lalu muncullah ide sederhana, yakni: berani dan mau mengganti semua telor, manakala ada satu telor yang pecah.
Sejurus kemudian, Bob Sadino mendapat kepercayaan penuh dari para konsumennya yakni kaum ekspatriat di kawasan Kemang. Barulah kemudian, ia membeli perusahaan yang tengah sekarat dan kemudian membesarkannya seperti yang ada sekarang ini: Kemchick. Jualannya tidak lagi hanya telor, melainkan juga daging namun dengan pola iris tertentu dan memenuhi standar kwalitas yang benar-benar baik dan baku seperti di negara Barat.
Pada bagian lain, Winoto Doeriat juga memaparkan bagaimana taipan papan atas sekelas Sukanto Tanoto berhasil menjadi ‘juara dunia’ di panggung bisnis kayu lapis dan pulp. Awalnya, ketika masih muda dan hidup di Medan, Sukanto hanya jualan onderdil kendaraan. Namun, karena pintar membaca peluang dan menjalin relasi dengan orang-orang penting pada era Orde Baru, maka usahanya mulai menggurita dan menjadi sangat-sangat besar.
Memetik pelajaran
Pelajaran apa yang mesti dipetik dari sejarah para pelaku bisnis yang sukses ini?
Sukses tidak muncul dalam sekejap, demikian Winoto Doeriat, karena sejarah sukses itu dirangkai dari awal hingga akhir dan itu makan waktu sangat lama. Orang-orang muda sekarang harus menyadari bahwa di luaran sana itu persaingan kerja dan karir sudah sangat ketat dan juga kasar.
“Harus sadar, bahwa sekali waktu bisa jadi kawan akrabmu itu akan menjadi pesaing sungguhan dalam dunia kerja,” kata doktor manajemen lulusan Universitas Harvard ini.
Hanya saja, selain harus mengenali diri sendiri dan mampu merumuskan tujuan hidup ke depan, orang-orang muda saat ini banyak sekali menemui apa yang disebut resisting force dan itu terjadi di setiap individu. Yakni, keinginan agar bisa cepat sampai ke puncak karir, tidak punya greget (passion) yang membara, takut gagal dan tidak berani berusaha lebih dan lebih lagi.
Jadikan hidupmu bermutu
Pada bagian lain, Winoto Doeriat, juga mengingatkan agar anak-anak muda ini punya semangat hidup untuk menjadikan hidupnya masing-masing bermutu. Konkretnya, kata Winoto Doeriat, semua orang wajib secara moral menjadikan hidupnya berkualitas dengan mampu mengenali diri sendiri, menerima diri, menjadi diri sendiri dan –yang tak kalah penting—menjadikan hidupnya berguna untuk orang lain.
Untuk bisa menjadikan hidupnya berkualitas dan berguna untuk orang lain, demikian Winoto Doeriat, orang perlu mendidik dirinya agar terkikis dari pola pikir yang selalu negative thinking, jangan sampai menjadi pribadi kosmetik (artifisial), dan tidak punya rasa percaya diri. Hambatan lainnya adalah kelekatan amat sangat pada harta, kehormatan, dan kenikmatan inderawi. “Kesombongan dan egoisme juga perlu ditanggalkan,” papar anak kandung pendiri Asuransi Ramayana ini.
Untuk bisa sampai ‘ke sana’, kata Winoto Doeriat, orang perlu kadang-kadang harus menarik diri dari keramaian untuk bisa hening dan wening. Dalam keheningan dan keweningan inilah, orang diajak menemukan arah dan tujuan hidupnya secara benar, berpikir jernih, menemukan kedamaian hati.
Kredit foto: Mathias Hariyadi/Sesawi.Net
Membaca berita SEMINAR SAMBUT PASAR GLOBAL : MENCARI CELAH UNTUK BERINOVASI, saya tergelitik karena bagaimana generasi muda akan bisa berinovasi, bila kurikulumnya justru membelenggunya ?
1. Dalam Nawa Cita No.5 dinyatakan bahwa pemerintah Jokowi-JK akan berupaya meningkatkan kualitas SDM kita melalui peningkatan kualitas kurikulum pendidikan kita
Namun yang terjadi, justru Kemdikbud memberlakukan Kurikulum 2013 yang menyebabkan kualitas pendidikan kita makin merosot
Survei yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultant) menyimpulkan, pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara Asia. Studi yang dilakukan ASPBAE dan Global Campaign for Education pada tahun 2005 (saat diberlakukannya KBK) di 14 negara menunjukkan, Indonesia mendapat nilai 42 dari nilai 100 dengan nilai rata-rata E. Dalam aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap, Indonesia memperoleh nilai rata-rata C dan menduduki peringkat ke-7. Dalam aspek aksi negara, Indonesia memperoleh nilai F dan menduduki peringkat ke-11.
Untuk aspek kualitas pengajar, Indonesia mendapat nilai F dan menduduki peringkat terbawah. Laporan pemantauan global tentang kualitas pendidikan dasar yang dikeluarkan UNESCO pada tahun 2005 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang di kawasan Asia Pasifik.
Survei yang dilakukan firma pendidikan Pearson di 40 negara menunjukkan hasil serupa. Pada tahun 2013, sistim pendidikan di Indonesia terendah di dunia bersama Brasil dan Meksiko. Pada tahun 2014, kualitas pendidikan Indonesia merosot dan Indonesia berada di urutan ke-40 dari 40 negara. (Kompas, Selasa 18 Agustus 2015, halaman 6 : “Pungguk Merindukan Bulan”).
Jadi perubahan ke Kurikulum 2013 justru membuat pendidikan di Indonesia makin terpuruk karena kita memuja pendangkalan (cult of philistinism) dan abai pada penyiapan sekolah yang terakreditasi secara internasional (SBI) yang menerapkan sistim manajemen ISO 9001:2008
2. Dalam Nawa Cita No. 8 : pemerintah Jokowi-JK akan menata ulang Kurikullum pendidikan nasional, namun yang terjadi, Kemdikbud justru terus melanjutkan Kurikulum 2013 yang banyak mengandung kesalahan itu (program penilaiannya saja sudah diubah 6 kali, anak-anak bisa bingung dengan rapornya sendiri)
Bagaimana generasi muda bisa berinovasi kalau Kurikulumnya justru membelenggu mereka?
Untuk pembaca yang ingin mengetahui kekeliruan Kurikulum 2013, saya telah menulisnya dalam buku KELIRUMOLOGI KURIKULUM (206 halaman) – soft copynya dapat saya kirim bila anda mencantumkan alamat email di Comment di bawah ini