PADA bagian lain, Agung Adiprasetya berkisah tentang pengalamanya sendiri saat dirinya masih anak di Semarang. Dulu, figur ayah dalam keluarga adalah semuanya. Apa kata Bapak, maka apa pun harus terjadi dan dilakukan oleh anak. Termasuk, misalnya, yang enak-enak itu sudah dari sono-nya juga menjadi ‘hak’ Bapak. (Baca: Seminar Sambut Pasar Global: Mumpung Masih Muda, Berlarilah Cepat (2)
Kalau makan ayam, maka bagian paling enak yaitu “brutu” sudah pastilah menjadi ‘hak’ Bapak. Lantas dibilang kepada anak-anak, “Jangan maka brutu, nanti jadi bodoh; makan saja ceker, biar pintar ceker-ceker, berlari dan nanti saat muda, pintar cari kerja.”
Padahal, semua orang tahu bahwa brutu itu sangat enak, renyah; sementara, apa yang tersisa dari ceker selain kandungan tulangnya lebih banyak dari dagingnya.
Zaman sekarang, kata Agung, dunia sudah kebalik-balik ceritanya. Kalau dulu, anak ‘dijajah’ orangtuanya seperti ilustrasi hidup rumah tangga tahun 1970-an. Sekarang, anak-anak malah ‘menjajah’ orangtuanya.
Sudah disediakan makanan enak dan sehat di meja makan rumah, namun anak-anak lebih suka makan di luaran. “Jadi, anak-anak muda sekarang ini suka terbahak-bahak, manakala orangtuanya justru tengah menderita,” kata berseloroh.
Seminar tentang menyongsong pasar global ini berlangsung di Kampus ATMI Cikarang hari Sabtu tanggal 21 November 2015 dan terselenggara berkat kolaborasi bareng antara Yayasan Sesawi bersama ATMI Cikarang.
Kredit foto: Mathias Hariyadi/Sesawi.Net