[media-credit name=”abdi/sesawi” align=”aligncenter” width=”500″][/media-credit]MERTOYUDAN, SESAWI.NET – Wajah dan tampilan halaman depan Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang beberapa tahun terakhir ini tampak lain, lebih terang, terbuka meski tetap teduh oleh rerimbunan pohon-pohon besar.
Anda yang sempat berlalu lalang di Jalan Mayjend Bambang Sugeng, Mertoyudan, Magelang pasti akan dengan mudah mengenali bagian dalam halaman depan sekolah yang pada tahun 1946 – 1948 pernah digunakan sebagai Sekolah Polisi Negara Indonesia.
Situasi ini berbeda dengan pemandangan beberapa tahun lalu. Pagar tanaman setinggi kurang lebih satu setengah meter berjajar menutup tempat pendidikan para calon pastor ini dan nyaris membuat pengendara motor dan mobil serta orang-orang yang lewat tak bisa mengenali tempat apa ini.
Meski gerbang masuk halaman depan sekolah tersebut waktu itu tetap terbuka lebar, seminari yang bakal berusia 100 tahun pada Juni tahun depan ini pasti tak akan mudah dikenali.
“Apalagi kalau ruko-ruko di Metro Square menutup halaman depan Seminari,” ujar Romo Saptana Hadi Pr, Pamong Umum Seminari Mertoyudan kepada sesawi.net. Untungnya tidak terjadi.
Karena itu, sekitar empat tahun lalu, pagar tanaman ini dipangkas habis. Gerbang diberi pagar besi tapi tetap selalu dibuka. Sebuah wall penunjuk nama bertuliskan ‘Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan Magelang’‘ dipasang besar-besar dengan huruf-huruf berwarna perak mengkilat.
“Kami juga melobi agar tanah di depan seminari yang menjadi milik Dinas Perairan tidak dijual ke para developer. Kami menawarkan diri untuk mengelola tanah itu,” ujar pastor yang sudah enam tahun lebih menjadi pendidik di sekolah ini.
Tentu bila tanah itu dijual ke para developer, rumah-rumah toko bisa jadi bakal dibangun lagi. Kemungkinan besar makin menutup area depan Seminari Mertoyudan. “Tamatlah riwayat Seminari kalau situasinya begitu. Untungnya tidak,” jelas Romo Saptana.
Bukan simbolis
Keterbukaan ini tentu saja memiliki maksud tertentu. “Ya, ini menandai keterbukaan Seminari dengan dunia luar,” ujar Saptana.
Ini sifatnya bukan sekadar tanda atau simbol belaka. Beberapa tahun terakhir ini, beragam kelompok dari berbagai kalangan mulai dari misdinar, anak-anak sekolah dasar dan menengah, kelompok Legio Maria, OMK dan masih banyak kelompok lain bebas berkunjung ke tempat ini.
“Tahun 2010 lalu, setidaknya ada lima ribu lebih kunjungan ke tempat ini,” jelas Saptana. Bulan Juli tahun ini sebanyak 500 kunjungan juga berlangsung di Seminari ini.
Tak sekadar berkunjung untuk melihat, ada juga tamu yang datang untuk ikut hidup sebentar menikmati suasana seminari (live in). Ada juga yang outbund di tempat ini, melakukan study banding, atau sekadar reuni.
Secara bergantian, para tamu ini ditemani para seminaris sambil menceritakan betapa luar biasa belajar dan tinggal di sekolah asrama seperti ini.
“Kami ingin agar Seminari Mertoyudan makin dikenal masyarakat luas dan banyak anak muda yang tertarik untuk bersekolah di sini,” ujar Romo Saptana.