TENTARA yang berjuang demi kemerdekaan negara sampai wafat layak diingat dan menerima hormat. Itukah pesan dari Museum Vittorio Emmanuele II yang pernah aku kunjungi?
Museum ini dibangun untuk menghormati Vittorio Emmanuele II yang mempersatukan Italia pada tahun 1861.
Diresmikan tahun 1911, 50 tahun setelah Italia bersatu. Di sana pejuang dikenang, ksatria diingat jasanya; alat-alat perang, pakaian, helm, patung-patung panglima, kereta, tanda pangkat, medali disimpan, dan juga senjata-senjata.
Dari pedang-pedangnya nyata bahwa tentara pada zaman dulu sungguh ksatria. Mereka maju berperang satu lawan satu. Korbannya terbatas pada mereka yang ada di medan laga. Pada zaman modern ini kebanyakan korban perang justru penduduk sipil yang tidak berdosa dan tanpa senjata.
Sejak amunisi, bom, dan senjata kimia ditemukan perang tidak terkendali.
Kini, senjata bukan lagi alat untuk membela diri, tetapi komoditi untuk mencari keuntungan ekonomi. Di tangan orang tidak bertanggungjawab senjata sangat berbahaya.
Senjata itu bisa tersembunyi. Pikiran yang mencurigai lebih ampuh daripada amunisi. Kata-kata yang menusuk lebih tajam daripada pedang. Mulut ember alias penuh gosip tidak kalah saktinya dibanding senjata kimia.
Mengadu teman kantor, tetangga, anggota keluarga, suku, etnis, dan agama adalah senjata penghancur kehidupan bersama. Di sana benih perang mulai berkembang.
Untuk menghindarinya dibutuhkan senjata rohani. “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus.” (Ef 6:11.18).
Adalah tugas kita mengendalikan diri dan menghentikan perang.
John F. Kennedy berpesan: ”Mankind must put an end to war before war puts an end mankind.” (Manusia mesti mengakhiri perang sebelum perang menghabisi umat manusia).
Roma, 4 April 2012
