Awalnya, saya kurang peduli dengan the beer fish. Resep masakan radisional khas Yuangshao dengan menu utama ikan air tawar yang diramu dengan guyuran bir ketika dimasak itu tersaji di pinggir-pinggir jalan. Tak saja di jalanan utama yang membelah Yangshao di tengah keramaian lalu lalang turis yang gandrung menikmati pemandangan bukit-bukit kapur nan indah. Melainkan juga di jalanan kecil di kampung-kampung menuju arah Sunga Li yang terkenal.
The beer fish adalah sensasi lidah.
Tak jadi soal, ketika saya batal masuk restoran ketika dihantui rasa was-was jangan-jangan harganya tidak sesuai dengan isi kantong. Namun, kepenatan kaki menyusuri jalan utama Yangshao di tengah kucuran gerimis tipis terobati ketika saya nekat masuk sebuah resto tepi jalan yang juga menyajikan the beer fish.
Ternyata, lidah pun bergoyang karena enaknya the beer fish. Resep bebek dengan aroma bir pun juga tak kalah enaknya di Yangshao.
Sensasi lidah dengan the beer fish dan bebek terulang kembali di Guilin, ketika kami menyusuri jalan utama dan ketemu sebuah resto kelas menengah. Kami nekat makan di situ. Kepuasaan dan enak adalah hadiah utama untuk sebuah pengorbanan material bernama uang. Apalagi selain the beer fish, tersedia juga menu masakan lain seperti ular, ayam pelung, kelinci, dan tentu saja berbagai ikan air tawar.